Rabu, 02 Juli 2025

Memahami IRo-Society: Merujuk Catatan Seorang Wartawan Senior

 

Memahami IRo-Society: Merujuk Catatan Seorang Wartawan Senior

Bambang S. Mantup

Santri IRo-Society dari Lamongan

_____

Wartawan senior Jawa Pos Djoko Pitono mencatat ada hampir 6 ribu atau sekitar 5.600 profesor di Indonesia dengan keahlian masing-masing. Mereka juga memiliki karakter yang macam-macam. Penulis dan editor banyak buku ini melihat Prof Imam Robandi begitu antusias saat berbicara di depan para mahasiswa serta para guru. Menurutnya, hal ini rupanya tertular budaya Jepang bagaimana (hal itu membuat, red.) seorang guru dihormati.

Digarisbawahi pula betapa Prof. Imam bersabar membimbing para guru itu selama bertahun-tahun. Sebagai wartawan yang tentu selalu mengikuti perkembangan dan gerak budaya, Djoko Pitono pernah mengamati hal istimewa seperti ini dilakukan oleh almarhum Prof. Andi Hakim Nasution dari IPB (Institut Pertanian Bogor) serta almarhum Dr. Sujoko dr ITB (Institut Teknologi Bandung). Pada paparan pengantar sebagai moderator bedah buku pada akhir tahun lalu itu, Djoko Pitono seakan ingin mengatakan sekarang hanya Prof. Imam yang melakukannya.

Pekan lalu, di tengah kesibukannya aktif dalam seminar-seminar bersama para pakar, wali kota dan wakil gubernur dalam rangkaian HUT ITS, profesor dengan multi bakat seni ini sejak beberapa waktu sebelummya juga mendampingi latihan para professor untuk pentas wayang orang. Prof. imam Robandi adalah sutradara atau dalangnya. Ketua Dewan Prrofesor ITS yang pernah berkeliling mendalang di di Jepang ini juga merekomendasikan seminar nasional untuk dilaksanakan para Irowan Irowati.

Kegiatan yang dilaksanakan pada Jumat nalam itu bertitel National Seminar: Understanding IRo-Society. Seminar ini berlevel nasional karena para invited speakers dan partisipannya memang berasal dari berbagai daerah di tanah air, mulai Aceh sampai Papua. Kegiatan ini pun seperti biasa di-record dan di-broadcast secara streaming oleh para IRo-YouTubers sehingga dapat disaksikan secara meluas dan terdokumentasikan.

Penulis yang berkesempatan menjadi salah satu dari 9 invited speakers melihat kreativitas penulis buku Artificial Intelligence dan banyak buku lainnya ini. Ibarat dalang yang tak pernah kehabisan lakon, ada saja skenario Prof. Imam dalam memberdayakan dan mencerahkan, empowering and enlghtening, para santrinya. Hal seperti ini membuat semua yang terlibat tertantang untuk dapat melaksanakan dengan baik. Tugas ini harus dilaksanakan dengan ikhlas bila ingin belajar.

Seminar ini merupakan KSJM (Kajian Spesial Jumat Malam) seri ke-140. Kajian yang dimulai sejak masa pandemik setiap pekan ini benar-benar tanpa putus dan merupakan webinar terpanjang,. Demikian hal itu pernah disampaikan seorang dosen dan peneliti dari Yogjakarta Ali R. Audah. Ini adalah sebuah catatan sejarah. Semua yang aktif dalam IRo Society bersyukur berada dalaam komunitas yang istimewa ini. Tulisan  ini adalah modifikasi dari outline presentasi ‘makalah’ yang disampaikan penulsi dalam seminar tersebut.

Prof. Imam Robandi Founder dan Tokoh Sentral IRo Society

Sebuah kelompok atau komunitas, organisasi, lembaga sampai sebuah negara sudah jamak atau lazim memiliki tokoh sentralnya. Dialah yang mempengaruhi, mewarnai, mengarahkan sampai mengendalkan dinamika yang ada dalamnya. Baik-buruknya dan kondisi apa saja kuncinya terletak pada seorang tokoh sentral. Karakter sang tokoh jelas berpengaruh terhadap suasana dan dinamika kelompok. Prof. Imam Robandi adalah intelektual, pemikir, yang sekaligus memiliki jiwa seni yang cukup tinggi dan bakat beragam telah membangun komunitas yang dinamakan IRo Society.

 KomunitasIRo Society dibentuk dari tindak lanjut kegiatan workshop, seminar, symposium yang dilakukan oleh lulusan Tottori University Japan ini. Dari group-group di whatsap yang jumlahnya puluhan kemudian sering terhubung dalam berbagai kegiatan atau proyek. Para IRowan dan IRowati santri atau murid Prof. Imam ini telah menghasilkan banyak buku tunggal maupun kolaborasi. Tidak hanya karya tulis, sebagaian mereka juga telah menjadi youtuber dan streamer yang bersemangat dan terus menghasilkan konten-konten kreatif dan positif.

Komunitas ini membuat para anggotanya menjadi pribadi-pribadi pembelajar dan professional di tempat masing-masing. Umumnya mereka adalah para guru dari tingkat PAUD sampai SMA serta para doctor berbagai perguruan tinggi. Ada pula dokter, apoteker dan praktisi di bidang lain. Yang sama dari yang beragam itu adalah mereka semua merasa menjadi pembelajar untuk dapat hidup bermakna menebarkan kebermanfaatan. Slogan dari IRo-Society adalah empowering and enlightening atau memberdayakan dan mencerahkan ini memotivasi hingga bagaimana menghasilkan karya-karya jariyah. Prof. Imam memotivasi kita agar kuburan kita tak hany di pemakaman tetapi juga di perpustakaan. Artinya kita harus menghasilkan legacy atau warisan jangka panjang.

Nama IRo Sociiety Bukan IRo Community

Penulis saat awal masuk pernah berpikir tentang nama IRo Society, mengapa tidak IRo Community. Menge-check di Wikipedia keduanya mempunyai arti sama yakni masyarakat. Baik IRo-Society maupun IRo-Commnunity dapat diartikan masyarakat atau kumpulan orang di bawah  bimbingan Prof. IRo atau Prof. Imam Robandi. Saya menebak pemilihan kata ‘society’ dapat memberikan penekanan atau pengingat tentang nilai masyarakat madani, masyarakat yang berkeadaban atau berperadaban. Konsep masyarakat madani yang pernah digaungkan adalah mengambil dari istilah ‘civil society’.

Nilai-nilai keadaban itu pula yang terbukti ada dan menjadi ciri khas komunitas ini. Boleh disebut di sini dijunjung tinggi kejujuran dan keramahan. Nilai kejujuran ditunjukkan bahwa warga IRo diharapkan berkarya original, dilarang menyukai copy paste. Kejujuran juga membawa semangat belajar dan memperbaiki diri, sedia diingatkan bahkan dikoreksi. Nllai keramahan ditunjukkan dengan saling menyapa, saling memberikan simpati, empati dan apresiasi bahkan keinginan saling bertemu atau mengunjungi. Semua pembelajar adalah berproses. Beruntungnya, di IRo disediakan lebih dari satu fakultas.

Sebagian warga IRo yang penulis kenal meski secara virtual tampak ada yang bersemangat dalam kepenulisan. Jenis karya mereka pun dapat beragam baik bentuk artikel, puisi dan lainnya, begitu pula selingkung atau gaya bertuturnya. Sementara sebagain ada yang memiliki passion dalam berkarya video dengan menghasilkan konten-konten yang kreatif, positif dan manfaat. Ada pula yang tersemangati dari isi tulisan dan video untuk mengembangkan diri dalam banyak hal, dari bertanam, berkebun, membuat kuliner, menyanyii sampai bagaimana membaca Al Quran atau qiraah.

Seorang IRowati yang berasal dari Lamongan yang bernama dr.Izzuki Muhasonah, yang kini tinggal di Probolinggo, adalah seorang dokter yang dalam seminggu terakhir sibuk membagi waktunya untuk mengatur persiapan dan banyak hal terkait seminar, sebagai chair woman. Ini adalah contoh aktivitas warga IRo yang berbagi, memproses diri dan dari pengalaman di komunitas ini makin mantap menjadi yang terbaik di tempat masing-masing.

King Kobra , Elang dan Sukses Bersama

Hubungan warga IRo dari Aceh sampai Papua tak sekedar interaksi antar murid atau antar santri sekedarnya. Di antara mereka ada ikatan persaudaraan sesama pembelajar untuk mencapai tujuan yang sama sesuai latar belakang masing-masing. Bila ini ditanyakan kepada semua IRowan dan IRowati maka jawabannya akan serupa. 

Semangat menghargai pun menjadi hal yang biasa karena memang biasa dipraktekkan sendiri oleh sang guru. Setiap IRotizens, demikian kadang-kadang warga IRo menyebut dirinya, merasa mendapatkan perhatian. Prof. Imam sendiri dengan berendah hati menyatakan bahwa di IRo Society tidak terlalu perlu menggerakkan karena pada dasarnya yang di sini sudah terseleksi. Mereka yang sejak awal tak siap belajar tentu sudah left, meninggalkan group. Menurutnya, rumus King Kobra pun tidak lagi berlaku di sini. King Kobra bertelur 30, yang menetas 22 dan yang kelak menjjadi King Kobra hanya dua. Sementara di sini lahir king kobra yang lebih banyak.

Kesediaan untuk bersama di sini adalah karena karena terdapat kesamaan yang diperjuangkan. Itulah pengikat hati dan pikiran yang terbukti dapat bertahan hingga sekarang dan in sya Allah akan berlangsung lama ke depan. Ada semangat untuk mencapai keberhasilan bersama. Ungkapan yang sering disampaikan adalah bahwa sukses sendiri itu lebih mudah dari pada sukses bersama, tetapi sukses bersama in sya Allah akan lebih membahagiakan. Suka rela, setiap orang berhak sukses sendiri atau pun sukses bersama. Keduanya pun dapat dipilih tanpa mengesampingkan yang lain.

Ada catatan, Prof. Imam kadang berprinsip 'Eagle flies alone'atau elang yang terbang bebas menentukan tujuan secara mandiri. Ini adalah kebutuhan penyeimbang dari  keterikatan rutinitas guru besar bidang elektro ini dalam berbagai tugas. Kemampuan itu tampakanya yang membuat dapat menciptakan lebih banyak manfaat. Buktinya, batapa banyak tokoh dari berbagai perguruan tinggi  dan kalangan, serta tokoh-tokoh inspiratif lainnya, baik dari dalam dan luar negeri, telah pernah dibawa oleh Prof. Imam di hadapan para santri IRo Society.

 Untuk belajar menghasilkan kebermanfaatan, para santri IRo Society justru lebih dahulu digerojog manfaat dari sosok, yang oleh seorang tokoh menyebutnya sebagai, seorang humanis. Keistimewaan yang disampaikan Bapak Djoko Pitono di atas menjadi corak kurikulum dan pembiasaan di komunitas IRo Society.

_________

Lamongan, Ahad 23 Oktober 2022 / 27 Rabiul awal 1444 H

Minggu, 29 Juni 2025

Catatan Liburan Sekolah: Sehat Imane Sehat Awake Sehat Duite



_______

Besarnya persoalan pendidikan boleh dikata segedhe gajah, maka penulis akan menyampaikan dari sisi ibarat orang-orang buta yang mengenal gajah. Ada yang meraba kakinya saja, ada yang hanya memegang kuping, ada yang cukup disentuhkan ekor, serta ada  yang mengelus badannya. Berdasarkan pengalaman empiris masing-masing, akan memunculkan kesan beragam. Apa yang disampaikan para orang buta akan dikatakan benar semua, dengan prosentasi kebenaran yang tentu tidak menyeluruh. Tulisan ini mungkin hanya mampu menyentuh secuil kecil atau setipis ari dari masalah pendidikan yang kompleks. Ini 'disclaimer' sebelum penulis membuat catatan tentang pendidikan di masa liburan sekolah ini. 

Judul di atas penulis ambil dari yang tertulis di foto kaos tokoh Gus Nur (Sugi Nur Raharja). Ini suka-suka saja. Sekedar meminjam frase,  tujuan pendidikan adalah untuk membuat keimanan yang mantap, kualitas kesehatan badan yang prima serta untuk kesejahteraan. Bila tak sependapat, itu boleh saja, tidak ada salahnya. Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia yang adil makmur. Ini slogan-slogan yang akrab di telinga kita atau mungkin kerap kita ucapkan. 

Terkait dengan tujuan meningkatkan sumber daya manusia (SDM), ada pemikiran cerdas yang perlu diperhatikan. Pada wawancara di sebuah podcast, Anies Baswedan tidak suka dengan istilah sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, jika manusia adalah sumber daya, maka manusia akan difungsikan sebagai pen-suply kebutuhan pasar. Pendidikan semestinya membuat kualitas hidup yang meningkat, bukan demi pekerjaan. Ungkapan ini membikin sang host pewawancara manggut paham dan kagum. Kita pun boleh merenungkan setelah ini. Memang ada pandangan kritis bahwa sistem pendidikan kini cenderung tidak menghasilkan pemikir tetapi pekerja. 

Sementara tentang pengalaman pendidikan, ternyata kurang dari 7% warga negeri Ibu Pertiwi yang telah. mengenyam bangku kuliah. Demikian data yang disiarkan media Liputan 6 pada 8 Januari 2024. Bila ada versi lain, angkanya pun masih kecil. Itu artinya pembaca blog ini, yang umumnya pernah mengenyam bangku kuliah,  adalah kelompok elit di masyarakat. Para guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang minimal lulusan S1 juga kaum elit. Bila kita sedang mengajar, maka perlu ingat bahwa sebagian kecil saja para siswa yang akan terus belajar sampai bangku kuliah. Mungkin karena itu, wisuda di jenjang SMP, SMA dianggap perlu atau dinantikan oleh sebagian siswa, tanda mengakhiri masa sekolah mereka. 

******

Pada proses penerimaan murid baru (SPMB) offline di SMP, seorang emak muda mengaku sebagai alumni dan mengenal penulis. Ia mengatakan setelah SMP ia tidak melanjutkan ke SMA tapi kemudian menikah. Ia lalu hidup di daerah lain dan berdagang. Penulis tanya dagang apa? Ia bilang ia jualan berpindah-pindah, berdagang bila ada pertunjukan ludruk. Penulis lalu coba paham cara bicaranya dengan sesama ibu pendaftar. Hei, Crut. Iki ditulis ngene tah?  Ia panggil temannya crat crut yang barangkali tak beda seperti saat jualan di tontonan. Mereka di antaranya orang tua wali murid anak-anak yang akan diajar di sekolah. Apakah anak-anak mereka juga cukup sekolah hingga SMP, SMA? Belum tentu juga.

Pak, titip-titip anak kula, nggih. Mbenjing mlebet ten SMKne Njenengan. Seorang tukang batu omong-omong suatu saat. Dia tahu, selain di SMP penulis juga mengajar di SMK. Penulis pun tanya, yogane jaler nopo estri? Jaler, katanya. Niki sing nomor kalih. Sing mbajeng Mbak e kuliyah ten Trunojoyo. Nggiih kula bandani kalih dengkul niki. Maksudnya dia membiayai dari upah sebagai tukang. Wah, syukur alhamdulillah, Pak. Mugi-mugi adhik e saget nututi Mbak e. Penulis menanggapi yang semestinya. Betapa terlihat pada diri Pak Tukang itu  ada rasa syukur punya anak kuliah, sekolah di perguruan tinggi. Ada harapan anak lainnya juga baik, Semua kita ingin memiliki keturunan yang shalih shalihah yang manfaat untuk sesama. Khayrunnaasi 'anfa'ahum linnaasi.

Rabbanaa hablana min azwaajina wadzurriyyatina qurrata a'yun waj'alna lilmuttaqiina imaama. Rabbi habli minasshaalihiin. Rabbi habliminladunka dzurriyatan thayyibatan innaka samii'uddu'aa'. Aamiin.

                                                                   *******

Akhir pekan lalu dilaksanakan pembagian rapor hasil  belajar semester genap.  Pekan ini dan dua pekan ke depan adalah liburan sekolah.  Aktivitas pembelajaran istirahat. Para siswa tidak punya jadwal ke sekolah, baik untuk kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, kecuali barangkali sedang ada hal khusus. Anak-anak kembali ke habitat asli di rumah. Memang pada hakikatnya tempat belajar yang mendasar, al madrasatul uula, adalah di rumah. Orang tua adalah pendidik utama. Nah, liburan sekolah menjadi saat pengembalian pengasuhan anak-anak kepada orang tua, boleh dikata demikian. Kini orang tua sadar lagi, bila ada yang lupa, tentang kepentingan pendidikan anak.

Di rapat-rapat akhir semester genap di sekolah-sekolah, biasa disebut rapat kenaikan kelas, tentu selalu diwarnai bahasan tentang siswa, khususnya tentang siswa siswi yang dianggap bermasalah. Persoalan siswa umumnya bukan kompetensi akademik atau kemampuan menyerap materi pelajaran. Kurikulum yang mengusung konsep pembelajaran diferensiasi tidak menuntut semua siswa mencapai target yang sama. Masing-masing ditoleransi untuk dapat menyelesaikan tujuan pembelajaran yang ditentukan sesuai dengan kecepatan dan kemampuan yang dimiliki. Bahkan program inklusi memungkinkan sekolah umum untuk menerima anak-anak berkebutuhan  khusus. Bahasan yang memantik perhatian lebih pada tentang karakter atau perilaku siswa.

Tidak hanya tentang kompetensi akademik, sebagai pendidik guru diharapkan dapat menghadapi masing-masing anak secara berbeda sesuai keunikan latar belakangnya. Bukan semangat diskriminasi tetapi untuk bersikap profesional dan proporsional. Ada jenis anak-anak yang  rajin berangkat ke sekolah tapi ketika  disuruh mengikuti pelajaran, mereka tampak  enggan, malas mikir. Mereka ke sekolah tak beda seperti untuk dolan saja. Minat belajarnya rendah. Itu karena di rumah mereka sudah susah, maka di sekolah adalah untuk rekreasi. Ini agar tidak mudah menyalahkan anak. Guru tidak bijak bila menuntut anak sesuai keadaan dirinya yang sudah dewasa, mapan. Sepatutnya kita realistis, rasional dan penuh kasih sayang pada para belia itu. 

Betapa beragam kondisi para murid yang kategori bermasalah.  Ada yang berangkat tapi tidak sampai sekolah, belok ke warung kopi atau warung wifi, atau cari tempat tidur.  Si anak masih belum dapat menerima perpisahan kedua orang tuanya, butuh pendampingan. Ada juga siswa yang dari orang tua lengkap, saat di rumah ia terlalu dimanja, maka di sekolah cenderung keras kepala. Ada sebagian anak yang sebetulnya ingin belajar dengan baik, namun keadaan yang melingkupinya kurang mendukung. Kondisi ekonomi kurang mampu, orang tua tidak di rumah, bekerja di tempat jauh. Selalu ada pula yang yatim, piatu atau yatim.piatu yang membutuhkan kasih sayang dan penguatan.  Ada juga yang kondisi daya pikir si anak memang terbatas atau IQ rendah. 

Konsep diferensiasi di antaranya dimaknai realistis terhadap kondisi anak. Tidak tepat menyamaratakan semua anak, gebyah uyah.  Jangan samakan tiap siswa seperti anaknya para guru, misalnya. Kita para guru hendaknya jujur terhadap diri sendiri, bahwa kita saat berusia seperti anak kita atau siswa kita, kondisinya juga tidak beda. Tak bijak menuntut anak-anak mudah manut, hasil atau nilai siswa di atas 7 semua, misalnya. Bukankah tiap anak memiliki bakat, minat dan takdir sendiri-sendiri? 

                                                               *******

Orang tua, guru, pemimpin umat dan masyarakat tak henti memikirkan dan mengharap kebaikan generasi penerus. Sebagai pewaris Nabi, ulama dan guru serta para cendekiawan, tak tega apabila keadaan kehidupan masyarakat, apalagi generasi mudanya,  memburuk. Rusaknya jalan perlu dikeluhkan,  menuanya gedung, bangunan, tempat umum yang tidak layak perlu  disampaikan dan diupayakan untuk dibangun. Namun tak kalah penting adalah keadaan generasi muda penerus bangsa, yang vital atau utama.

Keprihatinan adalah ciri kecendekiawanan.  Orang beriman harus selalu memendam keprihatianan. Itu adalah wajar dan wajib dimiliki unttuk semangat amar ma'ruf nahi mungkar. Anyway, keprihatinan tak boleh membuat hina, sedih apalagi putus asa. Kita para guru harus senantiasa bersemangat, bergembira dan visioner ke depan. Walaatahinuu walaatahzanuu  wa antumul a'lawna inkuntum mu'miniin. Janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) merasa sedih, padahal kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu orang-orang mukmin. (QS. Ali Imran: 139) 

                                                                                *******

Menjenguk seorang teman guru yang sedang sakit, anak dan istrinya cerita bila sang abah suka membawa pulang masalah sekolah. Bukan persoalan administrasi atau pergaulan dengan kolega dan pimpinan, tetapi masalah-masalah anak didiknya. Bukan tentang sulitnya mereka mencerna pelajaran. Sang ayah sering memikirkan bagaimana kehidupan siswanya yang bermasalah karena kekurangan ekonomi orang tuanya, atau karena orang tuanya bercerai. Entah karena merasa dahulu berasal dari keluarga kurang mampu, maka sang ayah amat peka terhadap kondisi ana²k yang kekurangan. Ia sering  berusaha dapat membantu sesuai kemampuan.

Mengenai bagaimana menghadapai belajar para siswanya, sang ayah merasa sreg, tenang dan senang membaca kutipan ucapan ulama kharismatik KH. Maimoen Zubair. Tokoh yang sering dipanggil Mbah Moen itu mengatakan bahwa guru tak perlu merasa yang memintarkan siswa."Jadi guru tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik.Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan pada Allah. Didoakan saja terus-menerus agar muridnya mendapat hidayah. " (KH. Maimoen Zubair)

Penulis terkesan dengan teman guru tersebut karena sikap dan pendapatnya sebagai guru terbilang tidak banyak yang mempedomaninya. Selain sering  berusaha menolong siswa yang kekurangan,  ia juga  membiasakan diri mendoakan para siswanya. Ini langka, bukan? Karena itu, penulis mendokumentasikan dalam tulisan 1700 kata ini.

Penulis sempat berucap bahwa kini hubungan guru - siswa kadang terkesan   transaksional, seperti penjual dan pembeli ilmu. Seringnya terdengar keluhan guru terhadap murid, obyek profesinya. Bila dilihat secara profesional, murid adalah klien, customer atau pelanggan, user atau pengguna layanan kita, para guru. Dari sisi nilai keagamaan, murid adalah  amanah titipan dari wali murid serta obyek dakwah para guru sebagai pewaris Nabi. Guru yang profesional dituntut membetikan service atau layanan yang baik. 

*******

Sayangnya, fungsi pendidikan yang mulia untuk meningkatkan kwalitas diri tak jarang dipersempit oleh orang tua siswa. Ada yang pilih-pilih sekolah favorit untuk anaknya dengan cara yang tidak pas. Ada orang tua yang memilihkan sekolah untuk anak demi gengsi saja. Ada pula yang mengajak dan mengajari anak untuk mempraktikkan ketidakjujuran dalam tes masuk. Na’udzubillah.                                          

Begitupun dalam keseharian belajar di sekolah,  kadang kala kecerdasan dan prestasi tidak dikaitkan dengan karakter mulia khususnya kejujuran. Para guru, termasuk penulis pribadi,  juga kadang menjadi tidak peka terhadap hal ini. Para guru tidak mudah bersikap tegas terhadap praktik kecurangan siswa dalam ulangan atau ujian karena menyadari kemampuan yang beragam. Kurikulum dan teknis pembelajaran yang tak selalu sesuai untuk berbagai level kompetensi, minat, motivasi dan latar belakang siswa juga membuat guru tak dapat bersikap kaku dalam proses pembelajaran dan evaluasi.

Ironis krisis kejujuran dan integritas, juga terjadi pada lembaga pendidikan Universitas Indohoy (UI) yang mencoba memberikan gelar secara murah kepada seorang pemimpin partai besar dan menuai berbagai kritik. Tak kalah memprihatinkan, Universitas Genk Mulyono (UGM) direndahkan dan dipermalukan nama besarnya oleh para pimpinannya sekarang yang pasang badan atas kepalsuan ijazah Mulyono. Ironis, memprihatinkan dan membikin miris. Namun dengan membaca QS. Ali Imran : 139 di paragraf 14 di atas kita senantiasa tegak dan optimis. Semoga kita selalu sehat iman, sehat badan dan sehat kesejahteraan. Aamiin.

Terima kasih telah bersabar membaca. Semoga manfaat. Nashrun minAllah wafathun qariib. Wabasyiril mu'miniin.

_______ 

Lamongan,  28 Juni 2025 /  3 Muharram 1447 H



Sabtu, 07 Juni 2025

Sabtu, 31 Mei 2025

Mengapa Netizen Menanyakan Ijazah Asli Mulyono?


_______

Jagad perbincangan di Tanah Air,  khususnya di media sosial,  diramaikan kasus dugaan ijazah palsu Mulyono. Si Mul selama ini tak pernah menunjukkan ijazahnya, itu masalahnya. Dibandingkan dengan (Presiden Amerika Serikat) Obama yang pernah dituduh bukan warga asli Paman Sam, ia langsung tunjukkan akta kelahiran. Ia membuktikan dirinya lahir di Hawai bagian dari USA, publik pun segera diam, masalah selesai. Lha, ini si Mul tak pernah tunjukkan ijazah asli, malah balik menuduh sebagai pencemaran nama baik, fitnah atas dirinya. Waktu ia berkuasa, wartawan dan penulis buku Jkw Undercover, Bambang Tri. M, dan (ulama) Gus Nur (Sugi Nur Raharja) telah ia jebloskan ke penjara. Saat ini Bambang Tri masih dibui, Gus Nur sudah bebas bersyarat.

Sebagai pejabat publik, orang berhak tahu identitasnya. Kenapa orang kepo, ingin tahu, ijazah si Mul? Ada yang bilang penampilannya yang tak meyakinkan. Bukan hanya karena kemampuan Bahasa Inggrisnya yang rendah, tetapi kapasitas umumnya dipertanyakan, sebagai presiden yang  tidak tepat, kata budayawan Cak Nun, sehingga tak pantas memimpin bangsa sebesar ini. Ada yang sebut ia plonga-plongo, tetapi di sisi lain ia dinilai pemain watak yang pintar sekali berbohong, membodohi masyarakat. Ia memerintah dengan ngawur, ugal-ugalan dan dikendalikan oleh oligarki. Kepemimpinannya membahayakan eksistensi negara. Selain menghadirkan kolonialisme baru juga cenderung menciptakan pembelahan sosial, kehidupan masyarakat yang tidak rukun, pecah belah. Orang pun ingin menelisik latar belakangnya, yang memang tak transparan dibuka ke publik. 

Penampakan ijazahnya yang lama beredar pun mencurigakan. Foto yang tertempel bukan muka dia. Dibandingkan dengan skripsi yang dikatakan miliknya, tanggal ijazah lebih dulu dari skripsi, hal yang mustahil. Nama dekan yang tercantum di ijazahnya ternyata tak sesuai dengan fakta data kampus. Pada suatu acara, si Mul sendiri mengaku IPK-nya kurang dari 2. Apa ya mungkin Universitas Genk Mulyono meluluskan mahasiswa dengan IPK rendah. 

Pada acara reuni angkatan 1985, tak terlihat batang hidung Si Mul. Pada sebuah foto alumni, sosok berkaca mata seperti di ijazah miliknya yang beredar,  ternyata dipanggil bukan nama dirinya. Saat lain ia buat acara reuni, orang-orang yang hadir justru tidak ia kenal, tak ada bekas keakraban, aneh, orang bayaran.  Sempat pula beredar buku album lulusan palsu. Daftar penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kehutanan tahun 1980 pun tak mencantumkan namanya. Versi lain, hasil rekayasa, dicantumkanlah namanya. Masyarakat tempat KKN di Boyolali yang diucapkan pembelanya juga tidak membenarkan adanya kegiatan tersebut di tahun 1983. Itu juga melahirkan dugaan kebohongan lain. Setiap pernyataan dari dirinya dan dari pemujanya selalu memunculkan pertanyaan,  karena tidak logis atau tidak konsisten.

Netizen pun menyaksikan ada pelaporan Si Mul terhadap orang-orang yang dianggap memfinahnya. Di hadapan wartawan, si Mul mengatakan telah menyerahkan ijazah asli ke polisi. Padahal tampak di kamera yang ia bawa justru map yang dilipat. Apa ya ijazah asli dibawa seperti itu? Di kemudian hari pihak kepolisian mengatakan bahwa yang diserahkan adalah foto copy saja. Jadi mana yang benar, siapa yang bohong? Namun,, Bar Es Krim justru kemudian merilis hasil uji laboratorium forensik. Lha, kalau itu berkas foto copy, apa ya tepat dipakai untuk bahan uji forensik? Mereka juga lalu bikin  pernyataan bahwa ijazah si Mul identik dengan dokumen lain yang diuji. Ini pun memunculkan pertanyaan, identik tapi tidak otentik? Aparat seragam coklat pun lagi-lagi dianggap menurunkan kepercayaan publik, mereka dianggap bukan lagi alat negara tapi pembela bekas penguasa.

Netizen lebih mempercayaai rilis pembuktian forensik para doktor alumni UGM yang terjamin sebagai lulusan ashli dan memang ahli.  Mudah sekali mengikuti  penalaran dan pembuktian ilmiyah mereka yang didukung teknologi digital canggih. Lembar ijazah yang diakui miliknya itu tidak otentik. Dari foto, bentuk kuping, hidung, bibir, mata, gigi tidak identik dengan rupa Mul. Begitu juga font huruf yang digunakan, tanda tangan pengesahan, tak menunjukkan keaslian, bahkan nama dekan yang dicantumkan tak sesuai dengan data yang ada. Dapat ditelisik bahwa ijazah itu baru dibuat pada tahun 2018. Hari, tanggal, jam, menit, detik dari riwayat rekayasa dapat terlacak jejak digitalnya. 

Yang dihadapi si Mul kini bukan Bambang Tri M. dan Gus Nur. Mereka adalah para doktor alumnus dari UGM yang tidak rela almamaternya turut  melakukan pembohongan publik. Kasus ini in sya Allah akan terus bergulir. Ada rencana akan dibawa ke peradilan internasional. Kasus ini  tak akan berhenti dan menguap, atau dilupakan masyarakat yang biasanya short memory. Sekali pun ada rekayasa membela bekas penguasa yang seperti Fir'aun, namun qadarullah yang akan berjalan. 

Waquljaa alhaqqu wazahaqal baathil innal baathila kaana zahuuqa. Bila datang kebenaran, pasti hancur kebatilan. Kebenaran mungkin saja tertunda, tapi kebatilan akhirnya pasti akan kalah. Kejujuran diharapkan  menjadi modal bangsa untuk melangkah ke depan. Target negeri emas tahun 2045 jelas  tidak meyakinkan, selagi rakyat masih lemas dan cemas sebelum si Mul diadili, sebelum masalah ijazah ini usai. 

Bila kelak akan terbukti secara legal bahwa ijazah si Mul adalah palsu, bahwa ia memerintah 10 tahun dengan dokumen palsu, jabatannya menjadi tidak sah. Hutang yang dibuat sebesar 8 ribu trilyun  akan menjadi tanggungan pribadinya, demikian pendapat netizen. Rakyat negeri yang belum sejahtera agar tidak lagi menanggung hutang. Sementara patung si Mul yang menelan miliaran rupiah telah berdiri di wilayah propinsi menantunya. Kemungkinan itu dibiayai si Bob menantunya yang telah korupsi bijih nikel senilai lima ratusan trilyun. Di IKN yang in sya Allah mangkrak juga telah direncakan pembuatan patung si Mul. Informasi pemujaan terhadapnya seperti itu makin membuat netizen geram.

Berita terkini, saat tulisan ini ditulis,  mengabarkan muka si Mul muncul bisul-bisul yang parah dan mengerikan. Netizen terus  menyoroti dan menunggu apa yang terjadi pada finalis penguasa terkorup nomor 4 dunia yang diumumkan oleh lembaga internasional  OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project). Mbok ya kalau punya ijazah asli,  tunjukkin aja' Koq repot amat sih? Demikian ujar, Bu Megawati. Kita pun  bilang semestinya ia seperti Obama di Amerika. Namun, bila ia sejatinya tak punya dan telah memalsu ijazah, maka tunggu saja endingnya. He is playing a losing game, demikian pendapat pengamat. Ia sendiri, UGM, polisi dan sebagian orang sebetulnya tahu yang sebenarnya. Para doktor, pakar, yang dilaporkan pun mengetahui kebenaran secara ilmiyah.  Kebohongan tak pernah sempurna. Wallaahu a'lam.

_______ 

Lamongan, Sabtu 31 Juni 2025



Sabtu, 24 Mei 2025

Lebih Ramai di Medsos, Bila Media Besar Tak Jujur & Memiihak

______________

Teringat Sabtu lalu di sebuah pertigaan yang ramai lalu lintas di Surabaya penulis melihat ada pengecer koran yang menawarkan korannya pada pengguna jalan. Tidak jauh dari yang pertama ada lagi yang lainnya. Koq ya di sini ada penjual koran (lagi) yaa ... pikir penulis. Penulis jadi ingin tahu apa ada berita menarik dari sekitar wilayah itu atau mungkin ada isu yang sedang trending topic. Penulis lantas berhenti dan membeli. Jadi teringat hal demikian biasa penulis lakukan pada masa dahulu  sebelum keadaan berubah. Sebutlah, itu sebelum keberadaan media sosial menjadi alternatif sumber berita.

Berita koran pada masanya selalu ditunggu, lembar surat kabar diperebutkan, isinya dipercaya dan mempengaruhi opini masyarakat. Saat itu belum ada kosa kata ‘hoaks’ atau berita bohong. Wartawan diibaratkan ratu dunia. Sebelumnya,  siaran radio juga menjadi saluran informasi utama. Keberadaan penyiar radio amat diidolakan para pendengar penggemarnya. Jangankan cari berita, penulis sempat sering menikmati siaran pandangan mata pertandingan sepak bola, khususnya pertandingan Galatama, Liga Sepak Bola Utama.  Penyiar Pak Supangat dari RGS, Radio Gelora Surabaya, begitu bersemangat, berapi-api menyiarkan.

Sesudah era radio, kita menyaksikan dunia pertelevisian berkembang pada sekitar tahun 1990. Setelah TVRI lama memonopoli, muncullah beberapa televisi swasta nasional, yakni RCTI oke, SCTV, ANTV keren, TPI serta Indosiar ikan teri. Kebutuhan masyarakat terhadap informasi lantas diipuaskan dengan tayangan hidup di layar kaca. Meski begitu, untuk sementara waktu, koran dan televisi terlihat hidup berkembang saling beriringan tidak saling menenggelamkan. Keduanya diperlukan oleh segmen, situasi atau untuk kondisi yang berbeda.

Nah, begitu teknologi internet dan digital melesat merambah dalam kehidupan masyarakat, media informasi cetak, khususnya koran, seakan mendapat serangan. Update berita   harian surat kabar pagi atau sore kalah cepat atau terlambat dibanding penyebaran informasi lewat media sosial. Oplah surat kabar yang semula ada yang mencapai ratusan ribu tiap hari, tidak dapat bertahan, menurun. Penulis sempat menikmati pemberitaan di Jawa Pos, Suara Pembaharuan, Kompas, Republika, Pelita, Surabaya Post, Media Indonesia. Nama-nama besar tersebut kita lihat ada yang lalu mengembangkan media online. Bahkan Republika kini meninggalkan format cetak dan sepenuhnya bentuk online.

Media sosial hadir dalam kehidupan era informasi yang lebih bebas dan terbuka seiring kemajuan teknologi informasi, hape. Semula sempat sering terdengar celetukan orang 'medsos koq dipercaya?' Dalam pandangan mereka media sosial banyak memuat guyonan atau sekedar pemanis pergaulan, kabar yang remeh-temeh, tak penting-penting amat, bahkan hoaks. Faktanya, dalam perkembangannya di medsos sering ditemui informasi penting, gawat, darurat,  yang tak diangkat di media arus utama atau mainstream. Betapa orang akhirnya pun suka memantau info di media sosial, bahkan tergantung atau kecanduan untuk selalu membuka medsos setiap waktu. Masyarakat mulai malas menonton televisi atau koran besar.

Lalu orang melihat tivi hanya pas ada siaran sepak bola atau anak-anak menonton film kartun atau tayangan kesukaan mereka. Orang tak lagi menunggu Dunia Dalam Berita atau bahkan tak lagi mengistimewakan Breaking News, Berita Terkini di tivi. Tak jarang, televisi menurunkan berita yang sudah lebih dulu tayang di platform you tube, misalnya, atau apalagi video-video yang secepat kilat menyebar di Whattsap. Yang di tivi semula sebagai pembanding atau mungkin lebih lengkap dan kredibel. Lama-lama orang tak merasa perlu melihat tivi. Pernah ada survey bahwa hanya 20% saja orang muda yang menonton tivi. Dapat dipastikan sekarang lebih menurun lagi.

Saat musim kampanye pilpres, televisi nasional juga koran-koran yang punya nama besar gencar memberitakan hasil survey tingkat keterpilihan para calon. Muncullah dugaan itu adalah bagian dari kampanye pihak tertentu, settingan, survey abal-abal, untuk penggiringan opini, pemenangan paslon tertentu. Di saat lain, ketika ada suatu isu yang ramai diperbincangkan di masyarakat, viral di media sosial, justru media besar televisi atau koran tak selalu memuat. Mereka ternyata  pilih-pilih berita sesuai kepentingan atau pesanan. Independensi jurnalistik dari mereka dipertanyakan.

Beberapa waktu lalu tersiar berita PHK banyak karyawan di televisi nasional ternama. Televisi kehilangan pemirsa karena kurang kreatif dan inovatif hingga kalah kompetisi di tengah gempita media sosial dan media online. Yang miris adalah mereka tak lagi dipercaya. Media besar televisi, koran, dinilai tak independen. Mereka dapat disetir atau dibeli pemilik modal. Barangkali satu dua saja yang  berintegritas, berani obyektif, adil, berimbang dan menolak sikap tidak jujur. 

Sayangnya, pemilik media sebagian besar adalah para cukong atau pengusaha yang banyak kepentingan. Para intelektual di dunia jurnalistik terancam integritasnya. Teringat sikap Cak Nun,  budayawan Emha Ainun Nadjib, yang dari dulu tidak sudi tampil di media televisi nasional. Di negeri yang konon senang sopan santun dan gotong royong ini kejujuran dan keadilan masih susah sebagaimana susahnya rakyat untuk sejahtera. Wallaahu a'lam.

_________

Lamongan, Sabtu 24 Mei 2025

Jumat, 16 Mei 2025

Saat Cak Nun Menilai Presidennya Tidak Tepat


_______

Cak Nun, budayawan Emha Ainun Nadjib, sewaktu berbicara pada acara Buka Puasa Bersama di markas PDIP di Jakarta beberapa tahun lalu, mengatakan bahwa Indonesia sebetulnya berpotensi menjadi bangsa besar. Sayangnya, presidennya tidak tepat, katanya. Para hadirin kader partai banyak yang langsung tertawa, sementara petinggi partai  pemenang pemilu tersebut kala itu terhenyak, tersentak tetapi tak membantah atau memprotes. Cak Nun dengan gaya khasnya pun segera berujar jangan marah, jangan marah, lalu memberikan alasannya. Saat itu Jokowi masih menjadi presiden dan hubungan dengan partai pengusungnya, PDIP, baik-baik saja. 

Hasto Kristiyanto sekjen partai banteng moncong putih kala itu yang termasuk menunjukkan ekspresi tegang. Berani-beraninya Cak Nun bicara seperti itu di hadapan banyak kader dan petinggi partai. Padahal ketika itu ada dirinya, serta Puan Maharani, Ketua DPR RI, yang nota bene anak Megawati Sukarno Putri, Ketua Umum PDIP. Tidak hanya menilai sebagai presiden yang kurang tepat, tokoh budaya, seniman, aktivis, cendekiawan muslim, penyair, yang turut berperan mendukung Megawati pada akhir Orde Baru hingga lahir PDI Perjuangan tersebut, memang tak jarang menyindir atau mengolok-olok mantan wali kota Solo itu.  Misalnya, kemampuan Bahasa Inggris yang amat rendah dari mantan pengusaha meubel itu dijadikan guyonan. /peliz invest in mai kantri/.

Di kesempatan lain, di Surabaya, Cak Nun mengatakan bahwa Jokowi seperti Firaun, Luhut seperti Hamman. Itu membuat ramai pembicaraan dan mengguncang politik nasional. Cak Nun pun dihujat Jokowers namun di sisi lain ia dibenarkan kalangan masyarakat yang cerdas dan berakal sehat. Tokoh multi status itu  tak sampai dikriminalisasi oleh penguasa. Qadarallah, kebetulan tak lama setelah itu Tokoh Maiyahan yang sudah berusia di atas70 tahun tersebut sakit, maka oleh sebagian Jokowers  itu dianggap karena kuwalat pada sang penguasa. Ada-ada saja, sebegitu jauh mereka mereka mendewakan  presiden RI ketujuh, yang beberapa bulan lalu juga ramai disorot karena dicatat lembaga internasional OCCRP sebagai penguasa terkorup nomor 4 dunia.

Perkataan budayawan suami artis era 90-an Novia Kolopaking ini hidup lagi di memori rakyat. Ucapan Cak Nun membuat banyak orang bertanya-tanya tentang kondisi negeri. Siapa sebetulnya yang memerintah negeri selama10 tahun ini, yang masih menunjukkan  ingin terus berkuasa dengan banyak cawe-cawe dan rekayasa  itu. Hasto yang dulu seakan tak terima kritik pedas Cak Nun tersebut justru akhirnya bersama partainya konfrontasi  melawan  Jokowi. Suami Iriana itu sebagai kader partai telah dianggap berkhianat, kenudian dipecat bersama Gibran dan Bobby, anak dan menantunya.

Kini tengah ramai soal tuduhan ijazah Jokowi palsu, ada netizen yang mengingat ucapan Cak Nun di atas. Semoga segera sehat kembali Mbah Nun, demikian sebagian orang kini memanggilnya. Semoga sehat pula pikiran warga negeriku. Mari semua pemimpin dan rakyat bertaubat. Aamiin.

Wallaahu a'lam

________

Lamongan, 16 Mei 2025.

Senin, 12 Mei 2025

Subuh Bercucuran Air Mata Kenang Jelang Menjadi Tamu Allah, Duyuufurrahmaan

_______

Mengenang perjalanan ibadah haji dan menyampaikannya ke publik mungkin dapat menjadi kategori riya' (pamer), atau ini   bentuk rasa syukur dan syiar. Innasshafa wal marwata min sya'aairillaah. Teringat Bapak, Allaahu yarhamhu,, tahun 2001 pensiun, tahun berikutnya menunaikan haji. Bila penulis berkunjung dan waktu mengobrol menyinggung atau menanyakan ibadah beliau tersebut, penulis melihat betapa senangnya beliau bercerita. Ma sya Allah.

Entah karena kesenangan ditanya tentang ibadah hajinya, barangkali penulis lantas didoakan dapat kesana. Alhamdulillah 20 tahun setelah Bapak tiada, yaitu tahun lalu tahun 2024,  penulis dan istri berkesempatan menjadi tamu Allah, duyuufurrahmaan. Selain doa tadi, dari ibadah haji Bapak 2 tahun sebelum beliau tiada itu, penulis merasa bahwa karunia putra pertama pada tahun 2003, agak lama setelah menikah tahun 1996, adalah juga atas doanya dari Tanah Suci. Wallaahu a'lam. 

Ibadah haji adalah istimewa karena dari sisi jumlah yang telah berkesempatan kesana terbilang belum banyak. Katakanlah, setiap tahun  sekitar 100 ribu sampai 200 ribu WNI mendapatkan panggilan,  maka secara keseluruhan saudara sebangsa belum sampai angka 10% yang telah menunaikan rukun Islam keenam. Sementara yang pergi ke Baytullah untuk umrah tampaknya jauh lebih besar angkanya, karena sepanjang tahun, boleh dikata setiap hari, ada yang berangkat.  Walaupun demikian, dibandingkan yang belum berkesempatan, angkanya tetap kecil. Bila dihitung rata-rata, di tiap tempat,  yang pernah ke Tanah Suci masih dapat dihitung dengan jari. 

Dari faktor spiritual, diterangkan bahwa pahala berhaji sangat besar, dijanjikan surga. Sikap riya' beribadah jangan sampai menggerogoti atau menghapus hal itu. Perlu pula selalu diingat bahwa  pahala yang setara haji dan umrah ternyata dapat diperoleh dengan berbagai ibadah lainnya, misalnya berdzikir sesudah berjamaah Subuh. "Siapa yang mengerjakan shalat Subuh berjamaah, kemudian dia tetap duduk sambil dzikir sampai terbit matahari dan setelah itu mengerjakan shalat dua rakaat, maka akan diberikan pahala haji dan umrah." (HR. At-Tirmidzi)

Dari riwayat Abu Umamah bahwa Rasul berkata, 'Siapa yang berangkat ke masjid hanya untuk belajar kebaikan atau mengajarkannya, diberikan pahala ibadah haji yang sempurna hajinya.' (HR. At.Thabrani). 

"Siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan suci untuk menunaikan shalat fardhu, akan diberikan pahala ibadah haji. Sementara siapa yang keluar rumah untuk mengerjakan shalat Dhuha dan tidak ada tujuan lain selain itu, maka akan diberikan pahala umrah." (HR. Abu Daud)

Namun ziyarah ke Baytullah adalah wajib bila kondisi mampu agar menjadi penguat status kita sebagai muslim, bukan seperti orang Yahudi atau  Nasrani. Rasulullah shalallaahu 'alayhi wassalam bersabda: Barangsiapa tidak menghalanginya hajat yang nyata atau sakit yang bisa mencegah, atau karena pemimpin yang dzalim, lalu ia tidak pergi berhaji, maka silahkan ia mati dalam keadaan Yahudi atau jika Nasrani. (HR. Baihaqi) 

Subuh setahun lalu, sejak dari rumah penulis berniat nanti akan berdiri setelah shalat, untuk menyampaikan permohonan maaf,  pamit dan mohon doa restu kepada jamaah. Setelah selesai salam, imam shalat yang adalah Pak Ketua Takmir yang segera berdiri. Yang dirasakan dan maksud di hati dan pikiran amat terwakili tersampaikan oleh beliau. Pasti itu melebihi yang dapat penulis akan sampaikan. Untuk berucap saja, saat itu,  belum tentu mampu. Mengikuti yang dihaturkan beliau, penulis tak mampu membendung derasnya air mata yang bercucuran. Benar-benar entah sebanyak apa yang tertumpah telah membasahi kemeja dan sarung. 

Ahad pagi itu 12 Mei 2024 penulis dan ibunya anak-anak akan meninggalkan rumah, lingkungan tempat tinggal bahkan tanah air untuk menempuh perjalanan ibadah haji ke Tanah Suci Makkah Al Mukarramah dan Madinah Al Munawwarah. Hal terbesar yang kami rasakan dan pikirkan selama ini yakni meninggalkan dua putri kami. Memang mereka telah remaja, tetapi penulis tak biasa bepergian yang jauh serta lama berhari-hari. Alhamdulillah urusan keperluan mereka atas ijin dan pertolongan Allah kami rasakan menemukan titik terang kemudahan terhadap yang mungkin dilalui.

Sikap pasrah, tawakkaltu 'alallah membuat pikiran agar rasional berikhtiyar dan membiarkan semua mengalir menurut keadaan dan jadwal yang harus dilalui.  Kami berusaha beribadah sebaik-baiknya, semampu kami, hingga alhamdulillah akhirnya itu semua telah kami lalui. Setahun telah berlalu saat tulisan ini dibuat.

Sebagian pengalaman lainnya telah penulis tuangkan dalam tulisan-tulisan yang lalu di blog ini. Semoga segala yang kami alami dan rasakan menjadi pahala di sisi Allah. Allaahummaj’alnaa hajjan mabruuran wasa’yan masykuuran waddzanban maghfuuran watijaaran lantabuura. Aamiin.

_______

Lamongan, Senin 14 Dzul Qaidah 1446 H /  12 Mei 2025



Memahami IRo-Society: Merujuk Catatan Seorang Wartawan Senior

  Memahami IRo-Society: Merujuk Catatan Seorang Wartawan Senior Bambang S. Mantup Santri IRo-Society dari Lamongan _____ Wartawan senior Jaw...