Blog Tengah: Kreativitas dan Gagasan
Blog ini adalah tempat berkreasi dan menyalurkan gagasan yang diharapkan bermanfaat. Bambang Sugiharto.
Rabu, 09 Juli 2025
Yang Ingin Menggapai Cita-cita Tertinggi
Rabu, 02 Juli 2025
Memahami IRo-Society: Merujuk Catatan Seorang Wartawan Senior
Memahami IRo-Society: Merujuk Catatan Seorang Wartawan Senior
Bambang S. Mantup
Santri IRo-Society dari Lamongan
_____
Wartawan senior Jawa Pos Djoko Pitono mencatat ada hampir 6 ribu atau sekitar 5.600 profesor di Indonesia dengan keahlian masing-masing. Mereka juga memiliki karakter yang macam-macam. Penulis dan editor banyak buku ini melihat Prof Imam Robandi begitu antusias saat berbicara di depan para mahasiswa serta para guru. Menurutnya, hal ini rupanya tertular budaya Jepang bagaimana (hal itu membuat, red.) seorang guru dihormati.
Digarisbawahi pula betapa Prof. Imam bersabar membimbing para guru itu selama bertahun-tahun. Sebagai wartawan yang tentu selalu mengikuti perkembangan dan gerak budaya, Djoko Pitono pernah mengamati hal istimewa seperti ini dilakukan oleh almarhum Prof. Andi Hakim Nasution dari IPB (Institut Pertanian Bogor) serta almarhum Dr. Sujoko dr ITB (Institut Teknologi Bandung). Pada paparan pengantar sebagai moderator bedah buku pada akhir tahun lalu itu, Djoko Pitono seakan ingin mengatakan sekarang hanya Prof. Imam yang melakukannya.
Pekan lalu, di tengah kesibukannya aktif dalam seminar-seminar bersama para pakar, wali kota dan wakil gubernur dalam rangkaian HUT ITS, profesor dengan multi bakat seni ini sejak beberapa waktu sebelummya juga mendampingi latihan para professor untuk pentas wayang orang. Prof. imam Robandi adalah sutradara atau dalangnya. Ketua Dewan Prrofesor ITS yang pernah berkeliling mendalang di di Jepang ini juga merekomendasikan seminar nasional untuk dilaksanakan para Irowan Irowati.
Kegiatan yang dilaksanakan pada Jumat nalam itu bertitel National Seminar: Understanding IRo-Society. Seminar ini berlevel nasional karena para invited speakers dan partisipannya memang berasal dari berbagai daerah di tanah air, mulai Aceh sampai Papua. Kegiatan ini pun seperti biasa di-record dan di-broadcast secara streaming oleh para IRo-YouTubers sehingga dapat disaksikan secara meluas dan terdokumentasikan.
Penulis yang berkesempatan menjadi salah satu dari 9 invited speakers melihat kreativitas penulis buku Artificial Intelligence dan banyak buku lainnya ini. Ibarat dalang yang tak pernah kehabisan lakon, ada saja skenario Prof. Imam dalam memberdayakan dan mencerahkan, empowering and enlghtening, para santrinya. Hal seperti ini membuat semua yang terlibat tertantang untuk dapat melaksanakan dengan baik. Tugas ini harus dilaksanakan dengan ikhlas bila ingin belajar.
Seminar ini merupakan KSJM (Kajian Spesial Jumat Malam) seri ke-140. Kajian yang dimulai sejak masa pandemik setiap pekan ini benar-benar tanpa putus dan merupakan webinar terpanjang,. Demikian hal itu pernah disampaikan seorang dosen dan peneliti dari Yogjakarta Ali R. Audah. Ini adalah sebuah catatan sejarah. Semua yang aktif dalam IRo Society bersyukur berada dalaam komunitas yang istimewa ini. Tulisan ini adalah modifikasi dari outline presentasi ‘makalah’ yang disampaikan penulsi dalam seminar tersebut.
Prof. Imam Robandi Founder dan Tokoh Sentral IRo Society
Sebuah kelompok atau komunitas, organisasi, lembaga sampai sebuah negara sudah jamak atau lazim memiliki tokoh sentralnya. Dialah yang mempengaruhi, mewarnai, mengarahkan sampai mengendalkan dinamika yang ada dalamnya. Baik-buruknya dan kondisi apa saja kuncinya terletak pada seorang tokoh sentral. Karakter sang tokoh jelas berpengaruh terhadap suasana dan dinamika kelompok. Prof. Imam Robandi adalah intelektual, pemikir, yang sekaligus memiliki jiwa seni yang cukup tinggi dan bakat beragam telah membangun komunitas yang dinamakan IRo Society.
KomunitasIRo Society dibentuk dari tindak lanjut kegiatan workshop, seminar, symposium yang dilakukan oleh lulusan Tottori University Japan ini. Dari group-group di whatsap yang jumlahnya puluhan kemudian sering terhubung dalam berbagai kegiatan atau proyek. Para IRowan dan IRowati santri atau murid Prof. Imam ini telah menghasilkan banyak buku tunggal maupun kolaborasi. Tidak hanya karya tulis, sebagaian mereka juga telah menjadi youtuber dan streamer yang bersemangat dan terus menghasilkan konten-konten kreatif dan positif.
Komunitas ini membuat para anggotanya menjadi pribadi-pribadi pembelajar dan professional di tempat masing-masing. Umumnya mereka adalah para guru dari tingkat PAUD sampai SMA serta para doctor berbagai perguruan tinggi. Ada pula dokter, apoteker dan praktisi di bidang lain. Yang sama dari yang beragam itu adalah mereka semua merasa menjadi pembelajar untuk dapat hidup bermakna menebarkan kebermanfaatan. Slogan dari IRo-Society adalah empowering and enlightening atau memberdayakan dan mencerahkan ini memotivasi hingga bagaimana menghasilkan karya-karya jariyah. Prof. Imam memotivasi kita agar kuburan kita tak hany di pemakaman tetapi juga di perpustakaan. Artinya kita harus menghasilkan legacy atau warisan jangka panjang.
Nama IRo Sociiety Bukan IRo Community
Penulis saat awal masuk pernah berpikir tentang nama IRo Society, mengapa tidak IRo Community. Menge-check di Wikipedia keduanya mempunyai arti sama yakni masyarakat. Baik IRo-Society maupun IRo-Commnunity dapat diartikan masyarakat atau kumpulan orang di bawah bimbingan Prof. IRo atau Prof. Imam Robandi. Saya menebak pemilihan kata ‘society’ dapat memberikan penekanan atau pengingat tentang nilai masyarakat madani, masyarakat yang berkeadaban atau berperadaban. Konsep masyarakat madani yang pernah digaungkan adalah mengambil dari istilah ‘civil society’.
Nilai-nilai keadaban itu pula yang terbukti ada dan menjadi ciri khas komunitas ini. Boleh disebut di sini dijunjung tinggi kejujuran dan keramahan. Nilai kejujuran ditunjukkan bahwa warga IRo diharapkan berkarya original, dilarang menyukai copy paste. Kejujuran juga membawa semangat belajar dan memperbaiki diri, sedia diingatkan bahkan dikoreksi. Nllai keramahan ditunjukkan dengan saling menyapa, saling memberikan simpati, empati dan apresiasi bahkan keinginan saling bertemu atau mengunjungi. Semua pembelajar adalah berproses. Beruntungnya, di IRo disediakan lebih dari satu fakultas.
Sebagian warga IRo yang penulis kenal meski secara virtual tampak ada yang bersemangat dalam kepenulisan. Jenis karya mereka pun dapat beragam baik bentuk artikel, puisi dan lainnya, begitu pula selingkung atau gaya bertuturnya. Sementara sebagain ada yang memiliki passion dalam berkarya video dengan menghasilkan konten-konten yang kreatif, positif dan manfaat. Ada pula yang tersemangati dari isi tulisan dan video untuk mengembangkan diri dalam banyak hal, dari bertanam, berkebun, membuat kuliner, menyanyii sampai bagaimana membaca Al Quran atau qiraah.
Seorang IRowati yang berasal dari Lamongan yang bernama dr.Izzuki Muhasonah, yang kini tinggal di Probolinggo, adalah seorang dokter yang dalam seminggu terakhir sibuk membagi waktunya untuk mengatur persiapan dan banyak hal terkait seminar, sebagai chair woman. Ini adalah contoh aktivitas warga IRo yang berbagi, memproses diri dan dari pengalaman di komunitas ini makin mantap menjadi yang terbaik di tempat masing-masing.
King Kobra , Elang dan Sukses Bersama
Hubungan warga IRo dari Aceh sampai Papua tak sekedar interaksi antar murid atau antar santri sekedarnya. Di antara mereka ada ikatan persaudaraan sesama pembelajar untuk mencapai tujuan yang sama sesuai latar belakang masing-masing. Bila ini ditanyakan kepada semua IRowan dan IRowati maka jawabannya akan serupa.
Semangat menghargai pun menjadi hal yang biasa karena memang biasa dipraktekkan sendiri oleh sang guru. Setiap IRotizens, demikian kadang-kadang warga IRo menyebut dirinya, merasa mendapatkan perhatian. Prof. Imam sendiri dengan berendah hati menyatakan bahwa di IRo Society tidak terlalu perlu menggerakkan karena pada dasarnya yang di sini sudah terseleksi. Mereka yang sejak awal tak siap belajar tentu sudah left, meninggalkan group. Menurutnya, rumus King Kobra pun tidak lagi berlaku di sini. King Kobra bertelur 30, yang menetas 22 dan yang kelak menjjadi King Kobra hanya dua. Sementara di sini lahir king kobra yang lebih banyak.
Kesediaan untuk bersama di sini adalah karena karena terdapat kesamaan yang diperjuangkan. Itulah pengikat hati dan pikiran yang terbukti dapat bertahan hingga sekarang dan in sya Allah akan berlangsung lama ke depan. Ada semangat untuk mencapai keberhasilan bersama. Ungkapan yang sering disampaikan adalah bahwa sukses sendiri itu lebih mudah dari pada sukses bersama, tetapi sukses bersama in sya Allah akan lebih membahagiakan. Suka rela, setiap orang berhak sukses sendiri atau pun sukses bersama. Keduanya pun dapat dipilih tanpa mengesampingkan yang lain.
Ada catatan, Prof. Imam kadang berprinsip 'Eagle flies alone'atau elang yang terbang bebas menentukan tujuan secara mandiri. Ini adalah kebutuhan penyeimbang dari keterikatan rutinitas guru besar bidang elektro ini dalam berbagai tugas. Kemampuan itu tampakanya yang membuat dapat menciptakan lebih banyak manfaat. Buktinya, batapa banyak tokoh dari berbagai perguruan tinggi dan kalangan, serta tokoh-tokoh inspiratif lainnya, baik dari dalam dan luar negeri, telah pernah dibawa oleh Prof. Imam di hadapan para santri IRo Society.
Untuk belajar menghasilkan kebermanfaatan, para santri IRo Society justru lebih dahulu digerojog manfaat dari sosok, yang oleh seorang tokoh menyebutnya sebagai, seorang humanis. Keistimewaan yang disampaikan Bapak Djoko Pitono di atas menjadi corak kurikulum dan pembiasaan di komunitas IRo Society.
_________
Lamongan, Ahad 23 Oktober 2022 / 27 Rabiul awal 1444 H
Minggu, 29 Juni 2025
Catatan Liburan Sekolah: Sehat Imane Sehat Awake Sehat Duite
_______
Besarnya persoalan pendidikan boleh dikata segedhe gajah, maka
penulis akan menyampaikan dari sisi ibarat orang-orang buta yang mengenal
gajah. Ada yang meraba kakinya saja, ada yang hanya memegang kuping, ada yang
cukup disentuhkan ekor, serta ada yang mengelus badannya.
Berdasarkan pengalaman empiris masing-masing, akan memunculkan kesan beragam.
Apa yang disampaikan para orang buta akan dikatakan benar semua, dengan
prosentasi kebenaran yang tentu tidak menyeluruh. Tulisan ini mungkin hanya mampu
menyentuh secuil kecil atau setipis ari dari masalah pendidikan yang kompleks. Ini 'disclaimer' sebelum penulis membuat catatan tentang pendidikan di masa
liburan sekolah ini.
Judul di atas penulis ambil dari yang tertulis di foto kaos tokoh
Gus Nur (Sugi Nur Raharja). Ini suka-suka saja. Sekedar meminjam frase, tujuan pendidikan adalah untuk membuat keimanan yang mantap, kualitas kesehatan
badan yang prima serta untuk kesejahteraan. Bila tak sependapat, itu boleh saja, tidak ada salahnya.
Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia yang adil makmur. Ini
slogan-slogan yang akrab di telinga kita atau mungkin kerap kita ucapkan.
Terkait dengan tujuan meningkatkan sumber daya manusia (SDM), ada pemikiran cerdas yang perlu
diperhatikan. Pada wawancara di sebuah podcast, Anies Baswedan tidak suka
dengan istilah sumber daya manusia (SDM). Menurutnya, jika manusia adalah
sumber daya, maka manusia akan difungsikan sebagai pen-suply kebutuhan pasar.
Pendidikan semestinya membuat kualitas hidup yang meningkat, bukan demi
pekerjaan. Ungkapan ini membikin sang host pewawancara manggut paham dan kagum. Kita
pun boleh merenungkan setelah ini. Memang ada pandangan kritis bahwa
sistem pendidikan kini cenderung tidak menghasilkan pemikir tetapi
pekerja.
Sementara tentang pengalaman pendidikan, ternyata kurang
dari 7% warga negeri Ibu Pertiwi yang telah. mengenyam bangku kuliah. Demikian
data yang disiarkan media Liputan 6 pada 8 Januari 2024. Bila ada versi lain,
angkanya pun masih kecil. Itu artinya pembaca blog ini, yang umumnya pernah mengenyam bangku kuliah, adalah kelompok elit di masyarakat. Para
guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah yang minimal lulusan S1 juga kaum
elit. Bila kita sedang mengajar, maka perlu ingat bahwa sebagian kecil saja para
siswa yang akan terus belajar sampai bangku kuliah. Mungkin karena itu, wisuda di jenjang SMP, SMA
dianggap perlu atau dinantikan oleh sebagian siswa, tanda mengakhiri masa sekolah mereka.
******
Pada proses penerimaan murid baru (SPMB) offline di SMP,
seorang emak muda mengaku sebagai alumni dan mengenal penulis. Ia mengatakan
setelah SMP ia tidak melanjutkan ke SMA tapi kemudian menikah. Ia lalu hidup di
daerah lain dan berdagang. Penulis tanya dagang apa? Ia bilang ia jualan
berpindah-pindah, berdagang bila ada pertunjukan ludruk. Penulis lalu coba paham
cara bicaranya dengan sesama ibu pendaftar. Hei, Crut. Iki ditulis ngene
tah? Ia panggil temannya crat crut yang barangkali tak beda seperti saat
jualan di tontonan. Mereka di antaranya orang tua wali murid anak-anak yang
akan diajar di sekolah. Apakah anak-anak mereka juga cukup sekolah hingga SMP,
SMA? Belum tentu juga.
Pak, titip-titip anak kula, nggih. Mbenjing mlebet ten SMKne
Njenengan. Seorang tukang batu omong-omong suatu saat. Dia tahu, selain di SMP penulis juga mengajar di SMK. Penulis pun tanya, yogane jaler nopo estri? Jaler,
katanya. Niki sing nomor kalih. Sing mbajeng Mbak e kuliyah ten Trunojoyo.
Nggiih kula bandani kalih dengkul niki. Maksudnya dia membiayai dari upah
sebagai tukang. Wah, syukur alhamdulillah, Pak. Mugi-mugi adhik e saget nututi
Mbak e. Penulis menanggapi yang semestinya. Betapa terlihat pada diri
Pak Tukang itu ada rasa syukur punya anak kuliah, sekolah di perguruan
tinggi. Ada harapan anak lainnya juga baik, Semua kita ingin memiliki keturunan
yang shalih shalihah yang manfaat untuk sesama. Khayrunnaasi 'anfa'ahum
linnaasi.
Rabbanaa hablana min azwaajina wadzurriyyatina qurrata a'yun waj'alna lilmuttaqiina imaama. Rabbi habli minasshaalihiin. Rabbi habliminladunka dzurriyatan thayyibatan innaka samii'uddu'aa'. Aamiin.
*******
Akhir pekan lalu dilaksanakan pembagian rapor hasil
belajar semester genap. Pekan ini dan dua pekan ke depan adalah liburan
sekolah. Aktivitas pembelajaran istirahat. Para siswa tidak punya jadwal
ke sekolah, baik untuk kegiatan intra maupun ekstra kurikuler, kecuali
barangkali sedang ada hal khusus. Anak-anak kembali ke habitat asli di rumah.
Memang pada hakikatnya tempat belajar yang mendasar, al madrasatul uula, adalah
di rumah. Orang tua adalah pendidik utama. Nah, liburan sekolah menjadi saat
pengembalian pengasuhan anak-anak kepada orang tua, boleh dikata demikian. Kini
orang tua sadar lagi, bila ada yang lupa, tentang kepentingan pendidikan anak.
Di rapat-rapat akhir semester genap di sekolah-sekolah, biasa
disebut rapat kenaikan kelas, tentu selalu diwarnai bahasan tentang siswa,
khususnya tentang siswa siswi yang dianggap bermasalah. Persoalan siswa umumnya
bukan kompetensi akademik atau kemampuan menyerap materi pelajaran. Kurikulum
yang mengusung konsep pembelajaran diferensiasi tidak menuntut semua siswa
mencapai target yang sama. Masing-masing ditoleransi untuk dapat menyelesaikan
tujuan pembelajaran yang ditentukan sesuai dengan kecepatan dan kemampuan yang
dimiliki. Bahkan program inklusi memungkinkan sekolah umum untuk menerima
anak-anak berkebutuhan khusus. Bahasan yang memantik perhatian lebih pada
tentang karakter atau perilaku siswa.
Tidak hanya tentang kompetensi akademik, sebagai pendidik guru
diharapkan dapat menghadapi masing-masing anak secara berbeda sesuai keunikan
latar belakangnya. Bukan semangat diskriminasi tetapi untuk bersikap
profesional dan proporsional. Ada jenis anak-anak yang rajin berangkat ke
sekolah tapi ketika disuruh mengikuti pelajaran, mereka tampak
enggan, malas mikir. Mereka ke sekolah tak beda seperti untuk dolan saja. Minat
belajarnya rendah. Itu karena di rumah mereka sudah susah, maka di sekolah
adalah untuk rekreasi. Ini agar tidak mudah menyalahkan anak. Guru tidak bijak
bila menuntut anak sesuai keadaan dirinya yang sudah dewasa, mapan. Sepatutnya
kita realistis, rasional dan penuh kasih sayang pada para belia itu.
Betapa beragam kondisi para murid yang kategori bermasalah.
Ada yang berangkat tapi tidak sampai
sekolah, belok ke warung kopi atau warung wifi, atau cari tempat tidur. Si anak masih belum dapat
menerima perpisahan kedua orang tuanya, butuh pendampingan. Ada juga siswa yang
dari orang tua lengkap, saat di rumah ia terlalu dimanja, maka di sekolah
cenderung keras kepala. Ada sebagian anak yang sebetulnya ingin belajar dengan
baik, namun keadaan yang melingkupinya kurang mendukung. Kondisi ekonomi kurang
mampu, orang tua tidak di rumah, bekerja di tempat jauh. Selalu ada pula yang
yatim, piatu atau yatim.piatu yang membutuhkan kasih sayang dan penguatan. Ada juga yang kondisi daya pikir si anak
memang terbatas atau IQ rendah.
Konsep diferensiasi di antaranya dimaknai realistis terhadap
kondisi anak. Tidak tepat menyamaratakan semua anak, gebyah uyah. Jangan
samakan tiap siswa seperti anaknya para guru, misalnya. Kita para guru
hendaknya jujur terhadap diri sendiri, bahwa kita saat berusia seperti anak
kita atau siswa kita, kondisinya juga tidak beda. Tak bijak menuntut anak-anak mudah
manut, hasil atau nilai siswa di atas 7 semua, misalnya. Bukankah tiap anak
memiliki bakat, minat dan takdir sendiri-sendiri?
*******
Orang tua, guru, pemimpin umat dan masyarakat tak henti memikirkan dan mengharap kebaikan generasi penerus. Sebagai pewaris Nabi, ulama dan guru serta para cendekiawan, tak tega apabila keadaan kehidupan masyarakat, apalagi generasi mudanya, memburuk. Rusaknya jalan perlu dikeluhkan, menuanya gedung, bangunan, tempat umum yang tidak layak perlu disampaikan dan diupayakan untuk dibangun. Namun tak kalah penting adalah keadaan generasi muda penerus bangsa, yang vital atau utama.
Keprihatinan adalah ciri kecendekiawanan. Orang
beriman harus selalu memendam keprihatianan. Itu adalah wajar dan wajib
dimiliki unttuk semangat amar ma'ruf nahi mungkar. Anyway, keprihatinan tak boleh
membuat hina, sedih apalagi putus asa. Kita para guru harus senantiasa
bersemangat, bergembira dan visioner ke depan. Walaatahinuu walaatahzanuu
wa antumul a'lawna inkuntum mu'miniin. Janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan
(pula) merasa sedih, padahal kamu paling tinggi (derajatnya) jika kamu
orang-orang mukmin. (QS. Ali Imran: 139)
*******
Menjenguk seorang teman guru yang sedang sakit, anak dan
istrinya cerita bila sang abah suka membawa pulang masalah sekolah. Bukan
persoalan administrasi atau pergaulan dengan kolega dan pimpinan, tetapi
masalah-masalah anak didiknya. Bukan tentang sulitnya mereka mencerna
pelajaran. Sang ayah sering memikirkan bagaimana kehidupan siswanya yang
bermasalah karena kekurangan ekonomi orang tuanya, atau karena orang tuanya
bercerai. Entah karena merasa dahulu berasal dari keluarga kurang mampu, maka
sang ayah amat peka terhadap kondisi ana²k yang kekurangan. Ia sering
berusaha dapat membantu sesuai kemampuan.
Mengenai bagaimana menghadapai belajar para siswanya, sang
ayah merasa sreg, tenang dan senang membaca kutipan ucapan ulama kharismatik
KH. Maimoen Zubair. Tokoh yang sering dipanggil Mbah Moen itu mengatakan bahwa
guru tak perlu merasa yang memintarkan siswa."Jadi guru tidak usah punya
niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu
tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan
mendidik yang baik.Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan pada
Allah. Didoakan saja terus-menerus agar muridnya mendapat hidayah. " (KH.
Maimoen Zubair)
Penulis terkesan dengan teman guru tersebut karena sikap dan
pendapatnya sebagai guru terbilang tidak banyak yang mempedomaninya. Selain
sering berusaha menolong siswa yang
kekurangan, ia juga membiasakan diri mendoakan para
siswanya. Ini langka, bukan? Karena itu, penulis mendokumentasikan dalam tulisan 1700 kata ini.
Penulis sempat berucap bahwa kini hubungan guru - siswa
kadang terkesan transaksional, seperti penjual dan pembeli ilmu. Seringnya terdengar
keluhan guru terhadap murid, obyek profesinya. Bila dilihat secara profesional,
murid adalah klien, customer atau pelanggan, user atau pengguna layanan kita,
para guru. Dari sisi nilai keagamaan, murid adalah amanah titipan dari
wali murid serta obyek dakwah para guru sebagai pewaris Nabi. Guru yang
profesional dituntut membetikan service atau layanan yang baik.
*******
Sayangnya, fungsi pendidikan yang mulia untuk meningkatkan kwalitas diri tak jarang dipersempit oleh orang tua siswa. Ada yang pilih-pilih sekolah favorit untuk anaknya dengan cara yang tidak pas. Ada orang tua yang memilihkan sekolah untuk anak demi gengsi saja. Ada pula yang mengajak dan mengajari anak untuk mempraktikkan ketidakjujuran dalam tes masuk. Na’udzubillah.
Begitupun dalam keseharian belajar di sekolah, kadang kala kecerdasan dan prestasi tidak dikaitkan dengan karakter mulia khususnya kejujuran. Para guru, termasuk penulis pribadi, juga kadang menjadi tidak peka terhadap hal ini. Para guru tidak mudah bersikap tegas terhadap praktik kecurangan siswa dalam ulangan atau ujian karena menyadari kemampuan yang beragam. Kurikulum dan teknis pembelajaran yang tak selalu sesuai untuk berbagai level kompetensi, minat, motivasi dan latar belakang siswa juga membuat guru tak dapat bersikap kaku dalam proses pembelajaran dan evaluasi.
Ironis krisis kejujuran dan integritas, juga terjadi pada lembaga pendidikan Universitas Indohoy (UI) yang mencoba memberikan gelar secara murah kepada seorang pemimpin partai besar dan menuai berbagai kritik. Tak kalah memprihatinkan, Universitas Genk Mulyono (UGM) direndahkan dan dipermalukan nama besarnya oleh para pimpinannya sekarang yang pasang badan atas kepalsuan ijazah Mulyono. Ironis, memprihatinkan dan membikin miris. Namun dengan membaca QS. Ali Imran : 139 di paragraf 14 di atas kita senantiasa tegak dan optimis. Semoga kita selalu sehat iman, sehat badan dan sehat kesejahteraan. Aamiin.
Terima kasih telah bersabar membaca. Semoga manfaat. Nashrun minAllah wafathun qariib. Wabasyiril mu'miniin.
_______
Lamongan, 28 Juni 2025 / 3 Muharram 1447 H
Sabtu, 07 Juni 2025
Sabtu, 31 Mei 2025
Mengapa Netizen Menanyakan Ijazah Asli Mulyono?
_______
Jagad perbincangan di Tanah Air, khususnya di media sosial, diramaikan kasus dugaan ijazah palsu Mulyono. Si Mul selama ini tak pernah menunjukkan ijazahnya, itu masalahnya. Dibandingkan dengan (Presiden Amerika Serikat) Obama yang pernah dituduh bukan warga asli Paman Sam, ia langsung tunjukkan akta kelahiran. Ia membuktikan dirinya lahir di Hawai bagian dari USA, publik pun segera diam, masalah selesai. Lha, ini si Mul tak pernah tunjukkan ijazah asli, malah balik menuduh sebagai pencemaran nama baik, fitnah atas dirinya. Waktu ia berkuasa, wartawan dan penulis buku Jkw Undercover, Bambang Tri. M, dan (ulama) Gus Nur (Sugi Nur Raharja) telah ia jebloskan ke penjara. Saat ini Bambang Tri masih dibui, Gus Nur sudah bebas bersyarat.
Sebagai pejabat publik, orang berhak tahu identitasnya. Kenapa orang kepo, ingin tahu, ijazah si Mul? Ada yang bilang penampilannya yang tak meyakinkan. Bukan hanya karena kemampuan Bahasa Inggrisnya yang rendah, tetapi kapasitas umumnya dipertanyakan, sebagai presiden yang tidak tepat, kata budayawan Cak Nun, sehingga tak pantas memimpin bangsa sebesar ini. Ada yang sebut ia plonga-plongo, tetapi di sisi lain ia dinilai pemain watak yang pintar sekali berbohong, membodohi masyarakat. Ia memerintah dengan ngawur, ugal-ugalan dan dikendalikan oleh oligarki. Kepemimpinannya membahayakan eksistensi negara. Selain menghadirkan kolonialisme baru juga cenderung menciptakan pembelahan sosial, kehidupan masyarakat yang tidak rukun, pecah belah. Orang pun ingin menelisik latar belakangnya, yang memang tak transparan dibuka ke publik.
Penampakan ijazahnya yang lama beredar pun mencurigakan. Foto yang tertempel bukan muka dia. Dibandingkan dengan skripsi yang dikatakan miliknya, tanggal ijazah lebih dulu dari skripsi, hal yang mustahil. Nama dekan yang tercantum di ijazahnya ternyata tak sesuai dengan fakta data kampus. Pada suatu acara, si Mul sendiri mengaku IPK-nya kurang dari 2. Apa ya mungkin Universitas Genk Mulyono meluluskan mahasiswa dengan IPK rendah.
Pada acara reuni angkatan 1985, tak terlihat batang hidung Si Mul. Pada sebuah foto alumni, sosok berkaca mata seperti di ijazah miliknya yang beredar, ternyata dipanggil bukan nama dirinya. Saat lain ia buat acara reuni, orang-orang yang hadir justru tidak ia kenal, tak ada bekas keakraban, aneh, orang bayaran. Sempat pula beredar buku album lulusan palsu. Daftar penerimaan mahasiswa baru Fakultas Kehutanan tahun 1980 pun tak mencantumkan namanya. Versi lain, hasil rekayasa, dicantumkanlah namanya. Masyarakat tempat KKN di Boyolali yang diucapkan pembelanya juga tidak membenarkan adanya kegiatan tersebut di tahun 1983. Itu juga melahirkan dugaan kebohongan lain. Setiap pernyataan dari dirinya dan dari pemujanya selalu memunculkan pertanyaan, karena tidak logis atau tidak konsisten.
Netizen pun menyaksikan ada pelaporan Si Mul terhadap orang-orang yang dianggap memfinahnya. Di hadapan wartawan, si Mul mengatakan telah menyerahkan ijazah asli ke polisi. Padahal tampak di kamera yang ia bawa justru map yang dilipat. Apa ya ijazah asli dibawa seperti itu? Di kemudian hari pihak kepolisian mengatakan bahwa yang diserahkan adalah foto copy saja. Jadi mana yang benar, siapa yang bohong? Namun,, Bar Es Krim justru kemudian merilis hasil uji laboratorium forensik. Lha, kalau itu berkas foto copy, apa ya tepat dipakai untuk bahan uji forensik? Mereka juga lalu bikin pernyataan bahwa ijazah si Mul identik dengan dokumen lain yang diuji. Ini pun memunculkan pertanyaan, identik tapi tidak otentik? Aparat seragam coklat pun lagi-lagi dianggap menurunkan kepercayaan publik, mereka dianggap bukan lagi alat negara tapi pembela bekas penguasa.
Netizen lebih mempercayaai rilis pembuktian forensik para doktor alumni UGM yang terjamin sebagai lulusan ashli dan memang ahli. Mudah sekali mengikuti penalaran dan pembuktian ilmiyah mereka yang didukung teknologi digital canggih. Lembar ijazah yang diakui miliknya itu tidak otentik. Dari foto, bentuk kuping, hidung, bibir, mata, gigi tidak identik dengan rupa Mul. Begitu juga font huruf yang digunakan, tanda tangan pengesahan, tak menunjukkan keaslian, bahkan nama dekan yang dicantumkan tak sesuai dengan data yang ada. Dapat ditelisik bahwa ijazah itu baru dibuat pada tahun 2018. Hari, tanggal, jam, menit, detik dari riwayat rekayasa dapat terlacak jejak digitalnya.
Yang dihadapi si Mul kini bukan Bambang Tri M. dan Gus Nur. Mereka adalah para doktor alumnus dari UGM yang tidak rela almamaternya turut melakukan pembohongan publik. Kasus ini in sya Allah akan terus bergulir. Ada rencana akan dibawa ke peradilan internasional. Kasus ini tak akan berhenti dan menguap, atau dilupakan masyarakat yang biasanya short memory. Sekali pun ada rekayasa membela bekas penguasa yang seperti Fir'aun, namun qadarullah yang akan berjalan.
Waquljaa alhaqqu wazahaqal baathil innal baathila kaana zahuuqa. Bila datang kebenaran, pasti hancur kebatilan. Kebenaran mungkin saja tertunda, tapi kebatilan akhirnya pasti akan kalah. Kejujuran diharapkan menjadi modal bangsa untuk melangkah ke depan. Target negeri emas tahun 2045 jelas tidak meyakinkan, selagi rakyat masih lemas dan cemas sebelum si Mul diadili, sebelum masalah ijazah ini usai.
Bila kelak akan terbukti secara legal bahwa ijazah si Mul adalah palsu, bahwa ia memerintah 10 tahun dengan dokumen palsu, jabatannya menjadi tidak sah. Hutang yang dibuat sebesar 8 ribu trilyun akan menjadi tanggungan pribadinya, demikian pendapat netizen. Rakyat negeri yang belum sejahtera agar tidak lagi menanggung hutang. Sementara patung si Mul yang menelan miliaran rupiah telah berdiri di wilayah propinsi menantunya. Kemungkinan itu dibiayai si Bob menantunya yang telah korupsi bijih nikel senilai lima ratusan trilyun. Di IKN yang in sya Allah mangkrak juga telah direncakan pembuatan patung si Mul. Informasi pemujaan terhadapnya seperti itu makin membuat netizen geram.
Berita terkini, saat tulisan ini ditulis, mengabarkan muka si Mul muncul bisul-bisul yang parah dan mengerikan. Netizen terus menyoroti dan menunggu apa yang terjadi pada finalis penguasa terkorup nomor 4 dunia yang diumumkan oleh lembaga internasional OCCRP (Organized Crime and Corruption Reporting Project). Mbok ya kalau punya ijazah asli, tunjukkin aja' Koq repot amat sih? Demikian ujar, Bu Megawati. Kita pun bilang semestinya ia seperti Obama di Amerika. Namun, bila ia sejatinya tak punya dan telah memalsu ijazah, maka tunggu saja endingnya. He is playing a losing game, demikian pendapat pengamat. Ia sendiri, UGM, polisi dan sebagian orang sebetulnya tahu yang sebenarnya. Para doktor, pakar, yang dilaporkan pun mengetahui kebenaran secara ilmiyah. Kebohongan tak pernah sempurna. Wallaahu a'lam.
_______
Lamongan, Sabtu 31 Juni 2025
.
Sabtu, 24 Mei 2025
Lebih Ramai di Medsos, Bila Media Besar Tak Jujur & Memiihak
Teringat Sabtu lalu di sebuah pertigaan yang ramai lalu lintas di Surabaya penulis melihat ada pengecer koran yang menawarkan korannya pada pengguna jalan. Tidak jauh dari yang pertama ada lagi yang lainnya. Koq ya di sini ada penjual koran (lagi) yaa ... pikir penulis. Penulis jadi ingin tahu apa ada berita menarik dari sekitar wilayah itu atau mungkin ada isu yang sedang trending topic. Penulis lantas berhenti dan membeli. Jadi teringat hal demikian biasa penulis lakukan pada masa dahulu sebelum keadaan berubah. Sebutlah, itu sebelum keberadaan media sosial menjadi alternatif sumber berita.
Berita koran pada masanya selalu ditunggu, lembar surat
kabar diperebutkan, isinya dipercaya dan mempengaruhi opini masyarakat. Saat
itu belum ada kosa kata ‘hoaks’ atau berita bohong. Wartawan diibaratkan ratu
dunia. Sebelumnya, siaran radio juga menjadi
saluran informasi utama. Keberadaan penyiar radio amat diidolakan para
pendengar penggemarnya. Jangankan cari berita, penulis sempat sering menikmati
siaran pandangan mata pertandingan sepak bola, khususnya pertandingan Galatama,
Liga Sepak Bola Utama. Penyiar Pak Supangat
dari RGS, Radio Gelora Surabaya, begitu bersemangat, berapi-api menyiarkan.
Sesudah era radio, kita menyaksikan dunia pertelevisian
berkembang pada sekitar tahun 1990. Setelah TVRI lama memonopoli, muncullah
beberapa televisi swasta nasional, yakni RCTI oke, SCTV, ANTV keren, TPI serta
Indosiar ikan teri. Kebutuhan masyarakat terhadap informasi lantas diipuaskan dengan
tayangan hidup di layar kaca. Meski begitu, untuk sementara waktu, koran dan
televisi terlihat hidup berkembang saling beriringan tidak saling
menenggelamkan. Keduanya diperlukan oleh segmen, situasi atau untuk kondisi
yang berbeda.
Nah, begitu teknologi internet dan digital melesat merambah
dalam kehidupan masyarakat, media informasi cetak, khususnya koran, seakan mendapat
serangan. Update berita harian surat kabar pagi atau sore kalah cepat
atau terlambat dibanding penyebaran informasi lewat media sosial. Oplah surat
kabar yang semula ada yang mencapai ratusan ribu tiap hari, tidak dapat
bertahan, menurun. Penulis sempat menikmati pemberitaan di Jawa Pos, Suara
Pembaharuan, Kompas, Republika, Pelita, Surabaya Post, Media Indonesia.
Nama-nama besar tersebut kita lihat ada yang lalu mengembangkan media online.
Bahkan Republika kini meninggalkan format cetak dan sepenuhnya bentuk online.
Media sosial hadir dalam kehidupan era informasi yang lebih
bebas dan terbuka seiring kemajuan teknologi informasi, hape. Semula sempat
sering terdengar celetukan orang 'medsos koq dipercaya?' Dalam pandangan mereka
media sosial banyak memuat guyonan atau sekedar pemanis pergaulan, kabar yang
remeh-temeh, tak penting-penting amat, bahkan hoaks. Faktanya, dalam
perkembangannya di medsos sering ditemui informasi penting, gawat, darurat, yang tak diangkat di media arus utama atau
mainstream. Betapa orang akhirnya pun suka memantau info di media sosial,
bahkan tergantung atau kecanduan untuk selalu membuka medsos setiap waktu. Masyarakat
mulai malas menonton televisi atau koran besar.
Lalu orang melihat tivi hanya pas ada siaran sepak bola atau anak-anak menonton film kartun atau tayangan kesukaan mereka. Orang tak lagi menunggu Dunia Dalam Berita atau bahkan tak lagi mengistimewakan Breaking News, Berita Terkini di tivi. Tak jarang, televisi menurunkan berita yang sudah lebih dulu tayang di platform you tube, misalnya, atau apalagi video-video yang secepat kilat menyebar di Whattsap. Yang di tivi semula sebagai pembanding atau mungkin lebih lengkap dan kredibel. Lama-lama orang tak merasa perlu melihat tivi. Pernah ada survey bahwa hanya 20% saja orang muda yang menonton tivi. Dapat dipastikan sekarang lebih menurun lagi.
Saat musim kampanye pilpres, televisi nasional juga
koran-koran yang punya nama besar gencar memberitakan hasil survey tingkat
keterpilihan para calon. Muncullah dugaan itu adalah bagian dari kampanye pihak
tertentu, settingan, survey abal-abal, untuk penggiringan opini, pemenangan
paslon tertentu. Di saat lain, ketika ada suatu isu yang ramai diperbincangkan
di masyarakat, viral di media sosial, justru media besar televisi atau koran
tak selalu memuat. Mereka ternyata pilih-pilih berita sesuai kepentingan atau
pesanan. Independensi jurnalistik dari mereka dipertanyakan.
Beberapa waktu lalu tersiar berita PHK banyak karyawan di televisi nasional ternama. Televisi kehilangan pemirsa karena kurang kreatif dan inovatif hingga kalah kompetisi di tengah gempita media sosial dan media online. Yang miris adalah mereka tak lagi dipercaya. Media besar televisi, koran, dinilai tak independen. Mereka dapat disetir atau dibeli pemilik modal. Barangkali satu dua saja yang berintegritas, berani obyektif, adil, berimbang dan menolak sikap tidak jujur.
Sayangnya, pemilik media sebagian besar adalah para cukong atau pengusaha yang banyak kepentingan. Para intelektual di dunia jurnalistik terancam integritasnya. Teringat sikap Cak Nun, budayawan Emha Ainun Nadjib, yang dari dulu tidak sudi tampil di media televisi nasional. Di negeri yang konon senang sopan santun dan gotong royong ini kejujuran dan keadilan masih susah sebagaimana susahnya rakyat untuk sejahtera. Wallaahu a'lam.
_________
Lamongan, Sabtu 24 Mei 2025Jumat, 16 Mei 2025
Saat Cak Nun Menilai Presidennya Tidak Tepat
_______
Cak Nun, budayawan Emha Ainun Nadjib, sewaktu berbicara pada acara Buka Puasa Bersama di markas PDIP di Jakarta beberapa tahun lalu, mengatakan bahwa Indonesia sebetulnya berpotensi menjadi bangsa besar. Sayangnya, presidennya tidak tepat, katanya. Para hadirin kader partai banyak yang langsung tertawa, sementara petinggi partai pemenang pemilu tersebut kala itu terhenyak, tersentak tetapi tak membantah atau memprotes. Cak Nun dengan gaya khasnya pun segera berujar jangan marah, jangan marah, lalu memberikan alasannya. Saat itu Jokowi masih menjadi presiden dan hubungan dengan partai pengusungnya, PDIP, baik-baik saja.
Hasto Kristiyanto sekjen partai banteng moncong putih kala itu yang termasuk menunjukkan ekspresi tegang. Berani-beraninya Cak Nun bicara seperti itu di hadapan banyak kader dan petinggi partai. Padahal ketika itu ada dirinya, serta Puan Maharani, Ketua DPR RI, yang nota bene anak Megawati Sukarno Putri, Ketua Umum PDIP. Tidak hanya menilai sebagai presiden yang kurang tepat, tokoh budaya, seniman, aktivis, cendekiawan muslim, penyair, yang turut berperan mendukung Megawati pada akhir Orde Baru hingga lahir PDI Perjuangan tersebut, memang tak jarang menyindir atau mengolok-olok mantan wali kota Solo itu. Misalnya, kemampuan Bahasa Inggris yang amat rendah dari mantan pengusaha meubel itu dijadikan guyonan. /peliz invest in mai kantri/.
Di kesempatan lain, di Surabaya, Cak Nun mengatakan bahwa Jokowi seperti Firaun, Luhut seperti Hamman. Itu membuat ramai pembicaraan dan mengguncang politik nasional. Cak Nun pun dihujat Jokowers namun di sisi lain ia dibenarkan kalangan masyarakat yang cerdas dan berakal sehat. Tokoh multi status itu tak sampai dikriminalisasi oleh penguasa. Qadarallah, kebetulan tak lama setelah itu Tokoh Maiyahan yang sudah berusia di atas70 tahun tersebut sakit, maka oleh sebagian Jokowers itu dianggap karena kuwalat pada sang penguasa. Ada-ada saja, sebegitu jauh mereka mereka mendewakan presiden RI ketujuh, yang beberapa bulan lalu juga ramai disorot karena dicatat lembaga internasional OCCRP sebagai penguasa terkorup nomor 4 dunia.
Perkataan budayawan suami artis era 90-an Novia Kolopaking ini hidup lagi di memori rakyat. Ucapan Cak Nun membuat banyak orang bertanya-tanya tentang kondisi negeri. Siapa sebetulnya yang memerintah negeri selama10 tahun ini, yang masih menunjukkan ingin terus berkuasa dengan banyak cawe-cawe dan rekayasa itu. Hasto yang dulu seakan tak terima kritik pedas Cak Nun tersebut justru akhirnya bersama partainya konfrontasi melawan Jokowi. Suami Iriana itu sebagai kader partai telah dianggap berkhianat, kenudian dipecat bersama Gibran dan Bobby, anak dan menantunya.
Kini tengah ramai soal tuduhan ijazah Jokowi palsu, ada netizen yang mengingat ucapan Cak Nun di atas. Semoga segera sehat kembali Mbah Nun, demikian sebagian orang kini memanggilnya. Semoga sehat pula pikiran warga negeriku. Mari semua pemimpin dan rakyat bertaubat. Aamiin.
Wallaahu a'lam
________
Lamongan, 16 Mei 2025.
Yang Ingin Menggapai Cita-cita Tertinggi
Bila ada orang yang merasa latar belakang kehidupannya tak pernah berdosa, berbuat keliru, maka ia mungkin lupa bahwa sebagian sahabat dan ...

-
Video kejadian setahun lalu viral sekarang, entahlah. Seorang siswa SMP begitu emosional saat ditanya tugasnya oleh seorang Bu Guru. Berbaga...
-
Tahun 2024 seakan dinantikan sebagai semacam 'tahun keramat'. Angka tahun itu diancang-ancang menjadi tonggak kebangkitan...
-
Ketika publik mengetahui Dahlan Iskan melakukan ritual agama Budha, ada pula pidatonya bahwa ia aktivis Budha Seci, maka ia pun dinilai tela...