Minggu, 24 Agustus 2025

Jangan Suruh Anak Hebat Seperti Suruh Ikan Terbang, Burung Berenang

_______

Seorang siswi SMP memakai kostum karnival dengan ongkos sewa 1.800.000 rupiah. Ibu bapakmya bekerja di Malaysia yang membayarnya.Tampaknya mereka menginginkan putrinya tampil cantik, menarik, berjalan di atas catwalk panjang beberapa kilo meter jalan propinsi, disaksikan ribuan pasang mata. Saran guru, jauh sebelum hari karnaval agustusan, yang memberi alternatif yang lebih murah tidak diterima. 

Di tempat lain ada yang sewa kereta seharga 2,5 juta ditanggung beberapa siswi, itu belum termasuk biaya rias yang ratusan ribu. Bisa jadi, di tempat lainnya ada yang lebih dari itu untuk biaya perayaan agustusan. Sekolah tak mudah mencegah dan akhirnya mempersilahkan saja, toh tampilan barisan sekolah dapat makin indah dan menarik, potensi dapat juara. Karnaval berbagai lembaga se-wilayah tidak sekedar perayaan tetapi dilombakan juga.

Tampil terbaik di karnaval adalah momen setahun sekali, kesempatan membuat kebanggaan bagi anak, menurut sebagian orang tua di atas. Sebetulnya itu untuk kebanggaan para orang tua itu sendiri juga. Namun untuk yang biasa bersikap sederhana, sak madyo wae, atau yang realistis melihat pendapatan masyarakat, yang berkisar antara 300 ribu sampai 4 juta per bulan, menyewa pakaian dengan tarif tinggi... tak terpikirkan. Namun tulisan ini tidak dimaksudkan untuk menyoroti tentang perayaan HUT RI. Penulis mengambil ilustrasi tersebut untuk potret contoh bagaimana setiap orang tua mempunyai keinginan atau harapan terhadap anak. 

Selain contoh di atas, demi kebaikan anak, ada berbagai  jalan dan kesempatan lainnya yang digunakan orang tua sesuai pandangan hidup, pendapat dan pendapatan. Ada cerita orang tua yang mendamba anaknya menjadi dokter. Berbagai upaya dilakukan untuk meng-upgrade anak  agar kelak dapat masuk kuliah kedokteran. Soal biaya pendidikan ratusan juta rupiah bagi mereka tak masalah. Ternyata si anak yang dikondisikan untuk itu tidak kuat, tak mampu, bahkan sempat alami stress. Orang tua  akhirnya menyerah, menyadari kekeliruan memaksakan kehendak yang tak sesuai dengan keadaan anak. Syukur alhamdulillah mereka terhibur ada putra lainnya yang berhasil. 

Selain orang tua di rumah, ada pula orang tua di sekolah, yakni para guru, yang lebih kurang juga menitipkan keinginan dan harapan. Para guru selalu mengharap para siswanya mudah diajar, syukur bila  berprestasi, membanggakan dan mengharumkan nama sekolah. Paling tidak, para guru mengharap siswanya pandai, nilainya di atas kriteria ketuntasan minimal. Bila ada yang kurang, kadang mereka dimarahi.  Sikap para pendidik besar pengaruhnya pada mentalitas anak. Ada pendapat, pola pengajaran yang tidak sesuai bukan saja tidak mencerdaskan, malah dapat membuat putus asa anak.

Penulis, sebagai guru, mengambil sampling di kelas perwalian. Melihat latar belakang siswa berdasar data orang tua mereka, dari status  ayah, 14 orang lulusan SD, 8 orang lulusan SMP, 9 orang lulusan SMA, 1 orang belum masuk datanya. Di antara 32 siswa, 6 di antaranya adalah yatim / piatu. Sementara 1 anak yang dikira piatu, mengaku ayah ibunya berpisah. Wali kelas dan guru yang mengajar perlu mengetahui latar belakang mereka baru kemudian melihat potensi akademik, bakat dan minat. 

Ingat pula data bahwa 65% rakyat Indonesia mengenyam pendidikan tertinggi hanya pada tingkat SMP. Sementara yang sempat kuliah di perguruan tinggi baru sekitar 7% saja. Guru harus realistis bagaimana menyikapi kurikulum dan menerapkannya secara fleksibel sesuai kondisi peserta didik. Jangan karena terlalu bersemangat, materi kuliah dijadikan materi untuk para siswa. Jangan harap mereka kelak akan kuliah seperti para guru. Tingkat kecerdasan, minat dan potensi anak tak boleh disepelekan, namun pastiilah bervariasi di sistem klasikal umumnya sekarang. Kepekaan dari pengalaman di tengah para siswa menjadi pengembangan dari teori pengajaran yang bersifat umum.

Peran guru amatlah penting dan menentukan. Kehidupan anak-anak dan pertumbuhannya banyak ditentukan pengalaman belajar di sekolah. Apalagi ada sebagian orang tua yang memang amat mengandalkan sekolah atau guru untuk kebaikan anaknya. Mereka lebih senang sebagai yang membiayai saja. Lucunya, ada teman guru yang juga berpendapat demikian, meski guyon saja.  Ia tak suka dipusingkan urusan anak saat di rumah, padahal di sekolah obyek pengabdiannyan anak-anak juga, para siswanya. Alhamdulillah anak-anaknya baik-baik.. 

                                                                                *******

Ketika si mbak dan adhiknya bercengkerama, guyon, main games, orang tua tak selalu dapat nimbrung. Cukup berusaha paham, atau sesekali saja menimpali. Saat sesama siswa ngobrol di suasana santai,  bermain, guru pun  tak dapat begitu saja mencampuri. Cukup mengawasi bahwa semua baik-baik saja, berusaha menjamin tak ada perundungan, bullying. Dunia anak-anak, remaja, orang muda yang sejak dulu dikenal  masa yang indah adalah beda dengan dunia orang dewasa. Bahkan yang sedang mereka jalani dan hadapi pasti beda dengan apa yang dialami para orang tua saat di usia atau masa yang sama, dahulu. 

Setiap masa melahirkan generasi dan dinamika kehidupan yang berbeda. Kondisi alam, sosial, budaya dan tantangan hidup berubah dari masa ke masa. Berbeda dengan dahulu, kini  sedang mengalami kemajuan IT, era keterbukaan dan kebebasan berbicara. Terdapat begitu banyak kemudahan di berbagai aktivitas pergaulan, belajar dan bekerja. Tantangan baru pun muncul. Tersedianya beragam aplikasi atau platform media sosial, hiburan dan games dapat menjadi positif atau pun negatif.  Remaja jaman dulu tidak miliki pengalaman seperti remaja sekarang.  

                                                                       *******

Orang tua atau guru  tidak bijaksana apabila menuntut anak-anak bersikap atau melakukan segala hal yang dikehendakinya. Tak jarang dijumpai pemikiran hingga perkataan orang dewasa yang menyalahkan  anak-anak kenapa tidak  dapat bersikap atau melakukan hal yang mereka inginkan. Padahal anak-anak butuh bermain dan berkembang sesuai alam dirinya. Karena faktor umur, barangkali, banyak yang lupa bagaimana dirinya dahulu saat di usia seperti anak-anak mereka,  atau waktu sekolah setara murid-muridnya. Kondisi jaman tentu berbeda, maka akan sulit terjadi generasi yang berbeda memiliki pengalaman yang sama. 

Walaupun demikian, ada banyak hal yang selalu sama. Nilai kejujuran, kepatuhan pada orang tua, kewajiban  terhadap agama,,0 tak pernah berubah untuk diperhatikan sepanjang masa. Jangan karena memanjakan anak, kemudian menoleransi anak bangun lambat, tidak shalat, tidak mengaji hingga pergaulan yang tak terbatasi. Na-udzubillah mindzaalik. 

Sebagai 'kurikulum' pengemba⁹ngan diri, penugasan atau  tantangan agar berkembang adalah perlu. Menuntut anak atau siswa agar dapat memiliki kemampuan tertentu atau menyelesaikan suatu soal adalah  suatu keharusan. Yang menjadi masalah adalah apabila 'ujian' atau soal yang diberikan tidak proporsional, melebihi daya jangkau mereka. Yang seperti ini tidak membuat berkembang namun dapat berakibat keputus-asaan. 

Jika engkau ajari burung untuk berenang, engkau ajari ikan untuk terbang, maka engkau adalah pelatih yang bodoh. Demikian ungkapan yang kita ketahui. Seorang pelatih, guru, orang tua, tak dapat begitu saja menyuruh atau pun mengajari agar anak hebat,  mempunyai kompetensi tertentu, tanpa melihat keunikan anak. Orang tua atau guru hendaknya tidak bernafsu menginginkan anak atau siswanya menjadi yang terbaik di luar garis edar atau jalur  takdirnya.  

Akhirnya, lagi-lagi kita diingatkan tentang pentingnya keikhlasan dalam bersikap, serta keteladanan dalam berihktiyar. Ibda' binnafsik. Mul.ailah dari dirimu sendiri, termasuk untuk orang tua dan guru yang berpengharapan terhadap anak atau siswa. Saat proses menulis ini, alhamdulillah ada sebuah video taushiah dari Ustadz Adi Hidayat yang menarik. Dipesankan dan dimotivasi bahwa orang tua yang merubah dirinya lebih baik, percikan keberkahannya akan sampai kepada anak keturunannya. 

"Jadi gampang bila ingin anak shalih atau shalihah itu orang tua lebih dulu perlu memperbaiki diri. Kalau orang tuanya baik, konsisten ibadah; pilih aja, mau menggunakan puasa, mau tahajud malam, mau dekat Qur'an, itu kalau kita sudah punya amalan pokok yang standar dan konsisten mengerjakannya, itu percikan keberkahannya akan sampai ke anak. Itu sudah rumus. itu sudah rumus.'

_______ 

Lamongan, Ahad 24 Agustus 2025 / 30 Safar 1447 H

 

                 



Minggu, 03 Agustus 2025

Kuliah Molor, Lama Tak Miliki Anak dan Doa - doa Diijabah


_______

Seorang tetangga, tokoh masyarakat, guru, bercerita bahwa beliau telah berdoa untuk dapat sekali lagi berkunjung ke Tanah Suci. Bagi pimpinan lembaga zakat tingkat kabupaten ini, menyebut ingin sekali lagi karena ia menyadari telah berusia 70 tahun, maka itu adalah suatu permintaan atau doa sebelum menghadap Ilahi entah kapan. Permintaan sekali lagi itu tentu pula terkait pembiayaan yang tak mudah.  Sepengetahuan penulis, Bapak kelahiran Kediri itu telah dua kali ke Makkah - Madinah. Bersama sang istri beliau telah menunaikan ibadah haji, kemudian telah pula menunaikan umrah berdua bersama orang dekat lainnya. Kini juga bersama istri dan tiga saudaranya memenuhi panggilan Allah untuk menunaikan umrah. Doa beliau yang banyak beramal jariyah ini dikabulkan Allah. Saat ini ditulis beliau telah menginjakkan Tanah Suci di hari kedua. Alhamdulillah. 

Saat di Mina, di hari pertama lempar jumrah pada 10 Dzulhijjah pada musim haji 1445 H atau  tahun 2024 lalu, seorang pembimbing, ketua rombongan, ketua regu, serta jamaah lainnya merasa kehilangan seorang nenek yang lepas dari rombongan di sekitar jamarat Aqabah. Hilangnya Mbah Putri Sepuh yang fisiknya kuat tetapi pikun ini sudah terjadi beberapa kali. Namun itu adalah ketika di Madinah yang relatif lebih mudah melacaknya. Kini di Mina saat berkumpul jutaan atau seluruh jamaah haji, di puncak rangkaian ibadah haji, rasanya sulit menemukannya di tengah lautan manusia, di area yang amat luas begini. Pembina rombongan pun mengajak menengadahkan tangan, pasrah,  berserah diri, memohon pertolongan kepada Allah. Alhamdulillah, sewaktu kami tiba di tenda maktab, si Mbah telah lebih dahulu berada di tempat setelah diantar oleh petugas. Ma sya Allah. Alhamdulillah.

                       *******

Saat tertarik dengan calon istri, ketika itu, sebisanya penulis tetap berusaha beristikharah. Penulis berusaha memohon petunjuk terhadap pilihan hati. Alhamdulillah, takdir mengalir hingga kini kami telah menjalani 29 tahun lebih kehidupan pernikahan. Semoga Allah menjadikan hidup berumah tangga yang kami lakukan sebagai amal ibadah yang barakah dan penuh ampunan-Nya. Rabbanaa hablanaa min azwaajina wadzurriyyatina qurrata a'yunin waj'alnaa lilmuttaqiina imaaman. Rabbi habliy minasshaalihiin. Rabbi habli minladunka dzurriyatan thayyibatan  innaka samii'uddu'aa.

Begitu juga saat kami diuji belum dikaruniakan momongan dalam kurun 6 tahun. Penulis merasa tidak berkapasitas sabar diuji seperti orang lain yang hingga belasan tahun bahkan sepanjang  hidup tanpa anak kandung. Kami berdoa agar dikaruniai anak shalih atau shalihah. Kami berdoa sebisa kami di antaranya dengan doa di atas. Alhamdulillah  di tahun ketujuh putri pertama kami lahir. 

Tak kalah penting untuk disebut di sini adalah bahwa anak pertama kami lahir setahun setelah Bapak kami menunaikan ibadah haji. Saat di Tanah Haram waktu itu beliau sering telepon. Penulis yakin Bapak mendoakan kami sewaktu beribadah rukun Islam kelima ini. Penulis sempat melihat sebelumnya bagaimana beliau menatap kami berkaca-kaca saat ada yang menanya kenapa belum juga punya anak. Pertanyaan yang amat sensitif. Subhaanallah walhamdulillah.

                     *******

Pada waktu penulis dan istri akan menunaikan ibadah haji tahun lalu, berbagai perasaan berkecamuk di dada. Kami tidak mudah membayangkan meninggalkan rumah 40 hari lebih, di mana anak-anak masih remaja, belum dewasa betul. Itu mungkin karena kami termasuk yang tidak biasa bepergian jauh, untuk waktu yang lama. Dari ayat-ayat awal QS. Al Mulk di antaranya dapat diambil hikmah petunjuk bahwa kematian dan kehidupan itu diciptakan oleh Allah Ta'ala. Ia yang menciptakan langit tanpa retak, Ia yang mengatur takdir-Nya. Kami pasrah, tak berdaya, berserah bermohon petunjuk, pertolongan, perlindungan, keselamatan dan tentu kebahagiaan.

Alhamdulillah, kami pun akhirnya selesai menunaikan setelah mendaftar 12 tahun lalu. Kami merasa doa-doa kami khususnya terhadap keluarga yang kami tinggal diijabah. Tentu pula semoga Allah menerima ibadah kami dan selslu menetapkan hidayah dan kemabruran atas ibadah kami. Allaahummaj'alnaa hajjan mabruuran, wasya'yan masykuuran, waddzanban maghfuuran, watijaaratan lantabuura. Allaahumma yassirna ziyarata baytikal haraam. Allaahumma yassirna ziyaratal makkah walmadinah wal 'arafah waablighna lissyayyidina Muhammadin minassalaam. Ya Allah ijinkanlah di waktu berikutnya kami dan keluarga pergi bareng ke Tanah Suci untuk menunaikan haji atau umrah. Aamiin.

                       ******* 

Saat kuliah, penulis memutuskan mengambil beasiswa TID (Tunjangan Ikatan Dinas). Karena merasa butuh untuk tambahan sangu atau biaya kuliah selain dari orang tua, penulis mencoba mendaftar ke proses seleksi. Yang mengikuti ini setelah lulus wajib (nyaur) bekerja pada instansi pemerintah selama minimal waktu tertentu. Bila tak salah, wajib bersedia menjadi pegawai negeri sipil (PNS) selama waktu tertentu dan sedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia.  

Alhamdulillah, mungkin karena penulis temannya para mahasiswa aktivis, artinya penulis ikut aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan meski tidak di posisi puncak, akhirnya termasuk yang lolos seleksi. Beasiswa TID cukup membantu, meski nominal yang diterima tidak besar bila dibanding beasiswa yang pernah penulis terima sebelumnya, dari perusahaan minyak MOI, Mobil Oil Indonesia. Perbandingannya total per tahun lebih kurang 1 : 3. Bedanya lagi, yang dari TID terikat,  ada klausul nyaur sedia jadi PNS, yang Mobil Oil tanpa syarat seperti itu.

Nah, untuk syarat bersedia ditempatkan di luar Jawa, atau seluruh wilayah Indonesia, ibu penulis sempat berucap semoga kelak tidak jauh dari rumah. Entahlah, oleh berbagai sebab, meski pernah menerima dua jenis beasiswa,  masa kuliah penulis molor ... he he he. Penulis lulus di semester 10. Melihat pengalaman ini, istri heran, wong mahasiswa TID koq telat lulusnya, tanpa skripsi lagi. Saat itu penulisan skripsi memang belum wajib, masih jalur pilihan. Jadi, penulis hanya  menyelesaikan peekuliahan 148 SKS. Penulis pernah ambil mata kuliah prasyarat skripsi, tapi mundur, tidak lanjut mengikuti  perkuliahan, apalagi mengerjakan tugas dan ujian. Jadi telatnya atau molornya kelulusan penulis ini, yang tentu tidak diinginkan sebelumnya, ternyata kemudian  penulis anggap  amat terkait dengan ucapan ibu di atas.  

Para lulusan eks mahasiswa penerima TID yang lulus awal 1994 dan sebelumnya, data yang oenulis dwngar  100% atau seluruhnya selalu ditempatkan di luar Jawa, atau di berbagai wilayah Indonesia,  kecuali yang memenuhi kualifikasi untuk diangkat menjadi dosen. Sedangkan untuk yang lulus pada petengahan 1994, penulis di semester kesepuluh,, ternyata mengalami kondisi berbeda. 

Setelah kuliah, semula ijazah kami para eks penerima TID ditahan oleh kampus, tidak diberikan. Namun beberapa bulan berikutnya kami disuruh mengambil karena formasi PNS untuk eks mahasiswa penerima TID dinyatakan tidak ada. Qadarullah, satu tahun setelahnya, kami dipanggil lagi ke kampus untuk menjalani tes screening,  litsus atau penelitian khusus kewarganegaraan, untuk calon PNS pada masa orde baru, guna meneliti keterkaitan keluarga dengan ormas terlarang. Jadi ada kebijakan baru untuk tetap mengangkat sebagai PNS bagi eks mahasiswa TID. Setelah tahapan litsus itu dilalui, terbitlah surat keputusan (SK) penempatan. 

Alhamdulillah seluruh CPNS dari mahasiswa eks penerima TID, yang berjumlah 71 orang se kampus waktu itu, semuanya ditempatkan di sekolah dekat domisili masing-masing. Penulis disuruh sujud syukur oleh yang menyerahkan SK. Penulis lalu teringat ucapan ibu penulis bahwa semoga tidak jauh-jauh. Ucapan ibu ternyata menjadi doa mustajabah. Ibu penulis yang rajin tahajud pasti mendoakan kebaikan hidup sepanjang hayat anak-anaknya. 

SK yang penulis terima yang  menyebutkan kewajiban kerja pada pemerintah selama 3 tahun 5 bulan itu, menunjjukkan  tempat tugas yang hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari kampung halaman. Di tempat  penulis bertemu jodoh, yang kini menjadi ibu dari 2 anak penulis. Andaikan penulis lebih rajin kuliah, he he he, tidak pernah gagal hingga 18 SKS, lulus di semester 8, cerita hidup pastilah beda. Wallaahu a'lam.

                      *******

Hidup adalah untuk dilihat siapa yang terbaik amalnya, pesan awal QS. Al Mulk. Yang dianggap sulit atau derita pasti tak sebanding yang dialami Rasulullah Muhammad shalallaahu 'alayhi wassalam. Nikmat yang kita alami pun tak ada apa-apanya dengan kemuliaan manusia mulia dan agung tersebut. Kita merujuk pada teladan beliau, sabda beliau dan wahyu yang beliau terima sebagai tuntunan kita dalam mengarungi kehidupan hingga kembali kepada Allah. 

Semoga kita kelak berkumpul dan berjumpa Rasulullah, para nabi, para orang shalih, keluarga, sahabat dan orang-orang beriman di surga Allah yang seluas langit dan bumi. Aamiin.

                         *******

Addition;

Doa adalah senjata kaum mukminin. 

Disebutkan dalam Al-Mustadrak Al-Hakim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أُدْعُو اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالاِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ

“Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan doa kalian terkabul. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak serius.” [HR. Al-Hakim, 1:493]
*******

وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“ Dan Tuhamnu berfirman: “ berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo’a kepada-Ku) akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” [Gafir/40:60].

*******

Referensi : https://almanhaj.or.id/92861-doa-senjata-orang-mukmin.html

_________ 
Lamongan, Ahad 3 Agustus 2025/
                       9 Safar 1447 H.


Semut Mana? Tanah Suci Steril Bakteri

_________ Ketika menunaikan haji pada 2024 dulu, sebagai orang yang tiap saat di dapur, urus masakan dan makanan kami, ibunya anak-anak memp...