_______
Seorang tetangga, tokoh masyarakat, guru, bercerita bahwa beliau telah berdoa untuk dapat sekali lagi berkunjung ke Tanah Suci. Bagi pimpinan lembaga zakat tingkat kabupaten ini, menyebut ingin sekali lagi karena ia menyadari telah berusia 70 tahun, maka itu adalah suatu permintaan atau doa sebelum menghadap Ilahi entah kapan. Permintaan sekali lagi itu tentu pula terkait pembiayaan yang tak mudah. Sepengetahuan penulis, Bapak kelahiran Kediri itu telah dua kali ke Makkah - Madinah. Bersama sang istri beliau telah menunaikan ibadah haji, kemudian telah pula menunaikan umrah berdua bersama orang dekat lainnya. Kini juga bersama istri dan tiga saudaranya memenuhi panggilan Allah untuk menunaikan umrah. Doa beliau yang banyak beramal jariyah ini dikabulkan Allah. Saat ini ditulis beliau telah menginjakkan Tanah Suci di hari kedua. Alhamdulillah.
Saat di Mina, di hari pertama lempar jumrah pada 10 Dzulhijjah pada musim haji 1445 H atau tahun 2024 lalu, seorang pembimbing, ketua rombongan, ketua regu, serta jamaah lainnya merasa kehilangan seorang nenek yang lepas dari rombongan di sekitar jamarat Aqabah. Hilangnya Mbah Putri Sepuh yang fisiknya kuat tetapi pikun ini sudah terjadi beberapa kali. Namun itu adalah ketika di Madinah yang relatif lebih mudah melacaknya. Kini di Mina saat berkumpul jutaan atau seluruh jamaah haji, di puncak rangkaian ibadah haji, rasanya sulit menemukannya di tengah lautan manusia, di area yang amat luas begini. Pembina rombongan pun mengajak menengadahkan tangan, pasrah, berserah diri, memohon pertolongan kepada Allah. Alhamdulillah, sewaktu kami tiba di tenda maktab, si Mbah telah lebih dahulu berada di tempat setelah diantar oleh petugas. Ma sya Allah. Alhamdulillah.
*******
Saat tertarik dengan calon istri, ketika itu, sebisanya penulis tetap berusaha beristikharah. Penulis berusaha memohon petunjuk terhadap pilihan hati. Alhamdulillah, takdir mengalir hingga kini kami telah menjalani 29 tahun lebih kehidupan pernikahan. Semoga Allah menjadikan hidup berumah tangga yang kami lakukan sebagai amal ibadah yang barakah dan penuh ampunan-Nya. Rabbanaa hablanaa min azwaajina wadzurriyyatina qurrata a'yunin waj'alnaa lilmuttaqiina imaaman. Rabbi habliy minasshaalihiin. Rabbi habli minladunka dzurriyatan thayyibatan innaka samii'uddu'aa.
Begitu juga saat kami diuji belum dikaruniakan momongan dalam kurun 6 tahun. Penulis merasa tidak berkapasitas sabar diuji seperti orang lain yang hingga belasan tahun bahkan sepanjang hidup tanpa anak kandung. Kami berdoa agar dikaruniai anak shalih atau shalihah. Kami berdoa sebisa kami di antaranya dengan doa di atas. Alhamdulillah di tahun ketujuh putri pertama kami lahir.
Tak kalah penting untuk disebut di sini adalah bahwa anak pertama kami lahir setahun setelah Bapak kami menunaikan ibadah haji. Saat di Tanah Haram waktu itu beliau sering telepon. Penulis yakin Bapak mendoakan kami sewaktu beribadah rukun Islam kelima ini. Penulis sempat melihat sebelumnya bagaimana beliau menatap kami berkaca-kaca saat ada yang menanya kenapa belum juga punya anak. Pertanyaan yang amat sensitif. Subhaanallah walhamdulillah.
*******
Pada waktu penulis dan istri akan menunaikan ibadah haji tahun lalu, berbagai perasaan berkecamuk di dada. Kami tidak mudah membayangkan meninggalkan rumah 40 hari lebih, di mana anak-anak masih remaja, belum dewasa betul. Itu mungkin karena kami termasuk yang tidak biasa bepergian jauh, untuk waktu yang lama. Dari ayat-ayat awal QS. Al Mulk di antaranya dapat diambil hikmah petunjuk bahwa kematian dan kehidupan itu diciptakan oleh Allah Ta'ala. Ia yang menciptakan langit tanpa retak, Ia yang mengatur takdir-Nya. Kami pasrah, tak berdaya, berserah bermohon petunjuk, pertolongan, perlindungan, keselamatan dan tentu kebahagiaan.
Alhamdulillah, kami pun akhirnya selesai menunaikan setelah mendaftar 12 tahun lalu. Kami merasa doa-doa kami khususnya terhadap keluarga yang kami tinggal diijabah. Tentu pula semoga Allah menerima ibadah kami dan selslu menetapkan hidayah dan kemabruran atas ibadah kami. Allaahummaj'alnaa hajjan mabruuran, wasya'yan masykuuran, waddzanban maghfuuran, watijaaratan lantabuura. Allaahumma yassirna ziyarata baytikal haraam. Allaahumma yassirna ziyaratal makkah walmadinah wal 'arafah waablighna lissyayyidina Muhammadin minassalaam. Ya Allah ijinkanlah di waktu berikutnya kami dan keluarga pergi bareng ke Tanah Suci untuk menunaikan haji atau umrah. Aamiin.
*******
Saat kuliah, penulis memutuskan mengambil beasiswa TID (Tunjangan Ikatan Dinas). Karena merasa butuh untuk tambahan sangu atau biaya kuliah selain dari orang tua, penulis mencoba mendaftar ke proses seleksi. Yang mengikuti ini setelah lulus wajib (nyaur) bekerja pada instansi pemerintah selama minimal waktu tertentu. Bila tak salah, wajib bersedia menjadi pegawai negeri sipil (PNS) selama waktu tertentu dan sedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia.
Alhamdulillah, mungkin karena penulis temannya para mahasiswa aktivis, artinya penulis ikut aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan meski tidak di posisi puncak, akhirnya termasuk yang lolos seleksi. Beasiswa TID cukup membantu, meski nominal yang diterima tidak besar bila dibanding beasiswa yang pernah penulis terima sebelumnya, dari perusahaan minyak MOI, Mobil Oil Indonesia. Perbandingannya total per tahun lebih kurang 1 : 3. Bedanya lagi, yang dari TID terikat, ada klausul nyaur sedia jadi PNS, yang Mobil Oil tanpa syarat seperti itu.
Nah, untuk syarat bersedia ditempatkan di luar Jawa, atau seluruh wilayah Indonesia, ibu penulis sempat berucap semoga kelak tidak jauh dari rumah. Entahlah, oleh berbagai sebab, meski pernah menerima dua jenis beasiswa, masa kuliah penulis molor ... he he he. Penulis lulus di semester 10. Melihat pengalaman ini, istri heran, wong mahasiswa TID koq telat lulusnya, tanpa skripsi lagi. Saat itu penulisan skripsi memang belum wajib, masih jalur pilihan. Jadi, penulis hanya menyelesaikan peekuliahan 148 SKS. Penulis pernah ambil mata kuliah prasyarat skripsi, tapi mundur, tidak lanjut mengikuti perkuliahan, apalagi mengerjakan tugas dan ujian. Jadi telatnya atau molornya kelulusan penulis ini, yang tentu tidak diinginkan sebelumnya, ternyata kemudian penulis anggap amat terkait dengan ucapan ibu di atas.
Para lulusan eks mahasiswa penerima TID yang lulus awal 1994 dan sebelumnya, data yang oenulis dwngar 100% atau seluruhnya selalu ditempatkan di luar Jawa, atau di berbagai wilayah Indonesia, kecuali yang memenuhi kualifikasi untuk diangkat menjadi dosen. Sedangkan untuk yang lulus pada petengahan 1994, penulis di semester kesepuluh,, ternyata mengalami kondisi berbeda.
Setelah kuliah, semula ijazah kami para eks penerima TID ditahan oleh kampus, tidak diberikan. Namun beberapa bulan berikutnya kami disuruh mengambil karena formasi PNS untuk eks mahasiswa penerima TID dinyatakan tidak ada. Qadarullah, satu tahun setelahnya, kami dipanggil lagi ke kampus untuk menjalani tes screening, litsus atau penelitian khusus kewarganegaraan, untuk calon PNS pada masa orde baru, guna meneliti keterkaitan keluarga dengan ormas terlarang. Jadi ada kebijakan baru untuk tetap mengangkat sebagai PNS bagi eks mahasiswa TID. Setelah tahapan litsus itu dilalui, terbitlah surat keputusan (SK) penempatan.
Alhamdulillah seluruh CPNS dari mahasiswa eks penerima TID, yang berjumlah 71 orang se kampus waktu itu, semuanya ditempatkan di sekolah dekat domisili masing-masing. Penulis disuruh sujud syukur oleh yang menyerahkan SK. Penulis lalu teringat ucapan ibu penulis bahwa semoga tidak jauh-jauh. Ucapan ibu ternyata menjadi doa mustajabah. Ibu penulis yang rajin tahajud pasti mendoakan kebaikan hidup sepanjang hayat anak-anaknya.
SK yang penulis terima yang menyebutkan kewajiban kerja pada pemerintah selama 3 tahun 5 bulan itu, menunjjukkan tempat tugas yang hanya berjarak sekitar 20 kilometer dari kampung halaman. Di tempat penulis bertemu jodoh, yang kini menjadi ibu dari 2 anak penulis. Andaikan penulis lebih rajin kuliah, he he he, tidak pernah gagal hingga 18 SKS, lulus di semester 8, cerita hidup pastilah beda. Wallaahu a'lam.
*******
Hidup adalah untuk dilihat siapa yang terbaik amalnya, pesan awal QS. Al Mulk. Yang dianggap sulit atau derita pasti tak sebanding yang dialami Rasulullah Muhammad shalallaahu 'alayhi wassalam. Nikmat yang kita alami pun tak ada apa-apanya dengan kemuliaan manusia mulia dan agung tersebut. Kita merujuk pada teladan beliau, sabda beliau dan wahyu yang beliau terima sebagai tuntunan kita dalam mengarungi kehidupan hingga kembali kepada Allah.
Semoga kita kelak berkumpul dan berjumpa Rasulullah, para nabi, para orang shalih, keluarga, sahabat dan orang-orang beriman di surga Allah yang seluas langit dan bumi. Aamiin.
*******
Addition;
Doa adalah senjata kaum mukminin.
Disebutkan dalam Al-Mustadrak Al-Hakim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أُدْعُو اللهَ وَأَنْتُمْ مُوْقِنُوْنَ بِالاِجَابَةِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَقْبَلُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdoalah kepada Allah dengan keyakinan doa kalian terkabul. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai dan tidak serius.” [HR. Al-Hakim, 1:493]
*******
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
“ Dan Tuhamnu berfirman: “ berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdo’a kepada-Ku) akan masuk neraka jahanam dalam keadaan hina dina.” [Gafir/40:60].
*******